Sasando Rhapsody Lestarikan Musik Legendaris Rote

 

Berbeda dengan penampilannya beberapa tahun lalu di Galeri Indonesia Kaya, Nusa Tuak pada Sabtu (15/7/2023) lalu menghibur para penikmat seni dengan melodi yang lebih kompleks dengan sasando sebagai pusatnya.

 

Petikan sasando mengiringi lagu-lagu yang mencerminkan nilai tradisi Nusa Tenggara Timur, seperti Lalean, Bolelebo, dan masih banyak lainnya lagi. Pertunjukan bertajuk ‘Sasando Rhapsody’ juga dimeriahkan dengan penampilan Andovi da Lopez yang membawakan narasi pertunjukan tentang keindahan dan keajaiban dari sasando.

 

BACA JUGA:

Musikal Ken Dedes Akan Kembali Dipentaskan

Instalasi Menarik di Pameran Murmur

 

Sasando yang berasal dari bahasa Rote ‘sasandu’ berarti dawai yang bergetar, adalah alat musik bertangga nada diatonik dengan 32 senar. Alat musik yang diduga telah ada dari tahun 1200 ini turut berkembang seiring zaman hingga terdapat sasando elektrik pada 1960-an.

 

Kolaborasi dan kepiawaian Nusa Tuak, serta melodi tradisional mendalam hingga irama musik modern yang riang, menghipnotis para penikmat seni yang meramaikan Auditorium Galeri Indonesia Kaya. Belum lagi pengaturan panggung yang intim, pencahayaan lembut dan proyeksi visual memperkuat pesona musik sasando.

 

 

Andovi da Lopez yang berdarah NTT mengungkapkan, “Sore hari ini merupakan kali pertama saya hadir ke hadapan para penikmat seni di Galeri Indonesia Kaya. Bangga rasanya bisa memperkenalkan kebudayaan Nusa Tenggara Timur dengan cara yang menyenangkan bersama kelompok musik Nusa Tuak yang juga mengangkat kebudayaan Nusa Tenggara Timur. Dalam pertunjukan ini, saya dan Nusa Tuak mengajak penonton untuk terhubung dengan kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur serta indahan melodi yang terdapat dalam alunan sasando. Semoga penampilan kami dapat diterima dengan baik dan menjadi hiburan yang bermanfaat bagi para penikmat seni.”

 

Nusa Tuak sendiri merupakan grup musik yang  berupaya untuk mengenalkan alat musik sasando ke masyarakat luas. Terdiri dari Ganzerlana, Izhu, Utha Takalapeta bermain sasando, Rico Matahelumual bermain hawaiian ambon, Utha sebagai bassist, Pepi sebagai drummer, Martin Koehuan sebagai gitaris, Firdha Rachmadani dan Pepi Toy sebagai vokalis, dan Dicky Dayu bermain suling. Nusa Tuak berharap alunan sasando dapat dinikmati generasi muda bersama dengan musik modern.

 

 

Uniknya, pertunjukan juga menampilkan kolaborasi seni lukis naratif, yang menggambarkan cerita melalui goresan yang selaras dengan melodi sasando bersama Diego Luister Berel. Pelukis Indonesia dengan Down Syndome ini telah menjuarai Seni Rupa Artfusion di Pameran The Holy Art Gallery London.

 

Ditutup oleh lagu, ‘Gemu Fa Mi Re’ yang populer, penonton pun ikut menari dan berdendang bersama. Dan ketika sesi berfoto bersama, Ganzer mengajak para penikmat seni menyerukan slogan ‘Nusa Tuak: Beta Pung Sasando untuk Dunia!” Sebuah impian untuk membawa musik legendaris dari Timor ini mendunia…