Semangat Keadilan yang Diperjuangkan Julini

Menggelar pertunjukan ke-39, Indonesia Kita bekerja sama dengan Teater Koma menampilkan teater bertajuk ‘Julini Tak Pernah Mati’. Pertunjukan ini merupakan lakon yang dikembangkan dari cerita berjudul ‘Opera Kecoa’ karya Nano Riantiarno. Namun, dalam kisah ‘Opera Kecoa’ Julini, sang tokoh utama, diceritakan telah meninggal dunia.

 

Berbeda dengan kisah tersebut, di pementasan ini Julini ditemukan dalam keadaan masih utuh saat kuburannya digali oleh beberapa petugas yang saat itu bertugas membuat terowongan bawah tanah. Tak lama setelah ditemukan, Julini jutsru bangkit dari posisinya dan kluar dari galian tersebut.

 

 

 

Baca Juga:

Remajakan RPTRA Garuda, Nestlé DANCOW Imunutri Dukung Pengembangan Potensi Anak

Mulai dari Fashion Village Hingga Fashion Icon Awards Ramaikan JF3 2023

 

 

Kemunculan sososk Julini pun mengejutkan banyak pihak, termasuk mereka-mereka yang dulunya begitu mengidolakan Julini. Muncul begitu saja setelah bertahun-tahun dianggap mati, tidak sedikit orang yang menganggap Julini sebagai orang sakti. Namun, ada juga yang menilai dirinya adalah sosok yang berbahaya dan menjadi ancaman bagi masyarakat.

 

Dipuja banyak orang, Julini hanya memiliki keinginan sederhana, yaitu bertemu kawan- kawannya dan kekasihnya di masa lalu. Sayangnya, kebanyakan dari mereka semua sudah menggal dunia. Muncul di tengah situasi politik yang sedang genting, Julini pun terjebak dalam bermacam kepentingan politik.

 

 

 

 

Sebagian begitu memujanya karena apa yang dilakukannya di masa lalu. Sementara, sebagian lain menghujat masa lalunya sebagai waria. Saat situasi semakin runyam, banyak orang yang menghubung-hubungkan masa lalu Julini dengan perjalanan hidup seorang tokoh politik yang akan maju dalam pemilihan pimpinan kota.

 

Tidak hanya terjebak dalam kepentingan politik, kemunculan juga Julini membuka banyak kisah yang selama ini ditutupi atau disembunyikan dari sejarah. Menjadi simbol keadilan, kejujuran, dan semangat, kisah ini ditutup dengan Julini yang mencebutkan diri ke dalam kobaran api. Hal ini menjadi simbolisasi memuliakan jiwa julini. Bahwa yang mati hanya raganya, sementara semangatnya akan terus hidup.

 

(Indah | Foto: Edwin Budiarso)