Komunitas Salihara Arts Center kembali menyelenggarakan festival sastra dua tahunan, Literature and Ideas Festival (LIFEs), yang kali ini mengangkat tema "Menjadi Indonesia". Berlangsung dari 8 hingga 16 Agustus 2025, festival ini mengajak publik merenungkan ulang makna identitas, komunitas, dan kebangsaan, tidak hanya bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga relevan untuk khalayak global.
Menurut Ayu Utami, Direktur LIFEs sekaligus Kurator Sastra Komunitas Salihara, LIFEs 2025 menghadirkan inovasi baru dengan program-program yang mendorong interaksi dan eksperimen kolektif. "Kami ingin menawarkan kedalaman dan proses berkarya bersama, bukan sekadar obrolan ringan," jelas Ayu.
Salah satu program unggulan adalah pertunjukan teater arsip bermodul bertajuk Rumah dengan Selembar Tikar, yang naskahnya diadaptasi dari dokumen BPUPKI. Proyek ini merupakan hasil kolaborasi panjang Salihara dengan Komunitas Utan Kayu, di mana pembacaan naskah BPUPKI telah dilakukan selama dua tahun dengan melibatkan partisipasi publik. Selama festival, pengunjung juga bisa berpartisipasi dalam pameran interaktif di Galeri Salihara untuk membacakan teks-teks BPUPKI pilihan mereka.
Selain itu, eksperimen kolektif juga hadir melalui pentas Urban Raga, yang menggabungkan koreografi dan kata-kata, serta program penulisan esai biografis Menjadi Indonesia, yang diharapkan dapat terus bergulir dalam jangka panjang.
Ragam Diskusi dan Lokakarya Interaktif
LIFEs 2025 hadir dengan rangkaian program yang lebih panjang, termasuk pertunjukan pra-festival pada 2–3 Agustus dan pasca-festival pada 22–23 Agustus. Selama puncak acara 8–16 Agustus, festival ini menyuguhkan berbagai program mulai dari diskusi, lokakarya, pertunjukan, hingga pameran.
Beragam diskusi menarik diselenggarakan untuk melihat bagaimana karya-karya sastra, dari klasik hingga modern, membentuk identitas bangsa. Tema-tema yang diangkat antara lain: Sastra dan Subaltern, Indonesia Gelap dan Sekitarnya, Klasik Nan Asyik: Ignas Kleden & Parakitri Simbolon, serta Kontroversi Penulisan Ulang Sejarah Indonesia dan Identitas dan (De)Kolonisasi.
Festival ini juga menawarkan berbagai kegiatan interaktif, seperti Lokakarya Urban Raga yang menggabungkan gerakan dan penulisan kreatif, Lokakarya Memasak Resep Warisan Soekarno, yang mendalami resep dari buku Mustikarasa. Jakarta Poetry Slam: Grand Slam 2025, ajang bagi para penyair untuk menyuarakan karya mereka. Membaca Senyap bersama Baca Bareng SBC Jakarta, yang dapat dinikmati di seluruh area Salihara.
Pengunjung juga dapat menikmati Pameran Interaktif: Menjadi Indonesia di Galeri Salihara, yang menampilkan kombinasi grafis dan video dari teks-teks penting dalam karya dan kritik sastra.
Menghadirkan Perspektif Global dan Multidisiplin
Selain sastra, LIFEs 2025 juga merangkul berbagai disiplin seni. Ada Pentas Ceramah yang membahas jazz sebagai metode "Menjadi Indonesia" dan Hukum sebagai Kebudayaan, yang mengupas kontroversi penerapan hukum di negara ini. Kelompok seni pvi collective juga akan merespons keresahan masyarakat melalui pertunjukan tiny revolutions.
Festival ini turut menghadirkan perspektif internasional dengan menampilkan The Gaza Monologues, sebuah pertunjukan yang berisi kesaksian para remaja Palestina yang menjadi korban agresi militer dan penjajahan. Kehadiran seniman dari Palestina dan Asia Tenggara ini diharapkan dapat membagikan makna "menjadi bangsa yang merdeka."
LIFEs 2025 akan ditutup dengan pertunjukan musik dari Sukatani, sebuah grup yang dikenal dengan karya-karyanya yang menyuarakan keresahan generasi akan kekerasan struktural dan kebutuhan akan bentuk-bentuk perlawanan baru.
Secara keseluruhan, LIFEs 2025 menghadirkan lebih dari 35 penampil dalam 20 program yang berlangsung secara luring sepanjang Agustus. Jadwal lengkap dan informasi tiket dapat diakses melalui lifes.salihara.org.