Madani International Film Festival 2025 Hadirkan Cahaya dari Dunia Muslim Lewat Tema Misykat

Dalam dunia yang kerap dirundung kabar konflik dan krisis kemanusiaan, sinema tetap menjadi ruang kecil tempat manusia mencari makna dan harapan.

 

Madani International Film Festival kembali digelar tahun ini dengan semangat yang lebih besar. Edisi ke-8 bertajuk Madani Fest 2025 menjadi bagian dari perayaan Jakarta 500 Tahun sebagai program Citra Kawasan Pusat Kesenian Jakarta TIM. Festival ini kembali menghadirkan film, diskusi, dan pertunjukan yang menyoroti dinamika dunia Muslim melalui empat matra: Islam yang hidup (Living Islam), kewargaan (Civic), adab (Civilization), dan kota (City).

 

Tahun ini, Madani Fest mengusung tema Misykat (Ceruk Cahaya), sebagai refleksi atas situasi kemanusiaan global dan berbagai tragedi di tanah air. Tema ini menjadi ajakan untuk menyalakan harapan di tengah gelapnya konflik, termasuk genosida yang masih terjadi di Palestina. Sutradara Garin Nugroho, melalui pesan videonya, menyampaikan bahwa Misykat mengajak kita memusatkan pandangan pada kehidupan yang lebih baik. “Sudah selayaknya kita memberi terang pada kehidupan dengan film-film yang dipilih dalam festival ini,” ujar Garin yang tahun ini menjadi fokus retrospeksi karya.

 

Kurator Hikmat Darmawan menyiapkan retrospektif film-film Garin seperti Mata Tertutup, Serambi, Rindu Kami Padamu, Tepuk Tangan, dan Nyanyi Sunyi Dalam Rantang. Selain retrospeksi, Madani Fest juga menghadirkan 95 film dari 24 negara yang akan tayang di Taman Ismail Marzuki, Epicentrum XXI, Metropole XXI, dan Universitas Bina Nusantara (BINUS). Dari ribuan film yang masuk, terdapat 15 finalis Madani Shorts Film Competition yang akan dinilai oleh juri internasional seperti Philip Cheah (Singapura), Sajid Farda (Inggris), dan Natalie Stuart (Australia).

 

 

Madani Fest 2025 juga menyoroti Dataran Sahel sebagai Focus Country, dengan lima film dari Burkina Faso, Senegal, Mali, dan Nigeria. Program ini dikurasi oleh Bunga Siagian dan Yuki Aditya, yang menyoroti gejolak dekolonisasi dan akar peradaban Islam di wilayah tersebut. Selain film, festival juga membuka ruang bagi puluhan komunitas kota dalam forum diskusi dan kelas pakar yang mengangkat isu urban dan sosial.

 

Tak hanya sinema, Madani Fest turut menghadirkan 15 pertunjukan seni lintas disiplin dari musisi Panji Sakti, grup Almamosca, pendakwah Habib Husein Ja’far Al Hadar, hingga komedian Malaysia Rizal van Geyzel. Menurut Inayah Wahid, anggota Board Madani, festival ini diharapkan menjadi ruang budaya yang menumbuhkan transformasi sosial. “Madani Fest harus menjadi bagian dari gerakan kebudayaan yang membawa nilai-nilai keagungan manusia, ruang yang penuh oksigen bagi siapa pun yang sedang sesak,” ujarnya.

 

Ketua Board Madani Putut Widjanarko menegaskan bahwa Madani Fest kini tumbuh melampaui batas festival film tahunan. “Madani telah berkembang menjadi gerakan kultural yang menjadikan sinema sebagai jangkar dialog dan perjumpaan,” tuturnya. Sementara Ekky Imanjaya, Ketua Yayasan Madani, menjelaskan bahwa program festival tahun ini terbagi menjadi dua payung besar: pemutaran film dan IDEAS — ruang persemaian gagasan dan aktivasi budaya yang meneguhkan semangat kewargaan dan kemanusiaan.

 

Melalui Misykat, Madani Fest 2025 ingin menghadirkan cahaya yang menembus batas agama, bangsa, dan generasi. Sebuah ruang bagi sinema untuk kembali menjadi medium penyembuhan dan pengingat, bahwa kemanusiaan selalu punya cahaya yang tak padam.