Berdayakan Sampah untuk Ekonomi Sirkular

Rosa Vivien Ratnawati, Dirjen PSLB3 Kementerian LHK

 

Dua puluh satu tahun lalu, tepatnya pada 21 Februari 2005 terjadi ledakan keras di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Kota Cimahi, Bandung. Disusul longsor sampah yang menewaskan 157 jiwa dan meluluhlantakkan Kampung Cilimus serta Kampung Pojok. Hari itu kemudian diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang tahun ini mengambil tema ‘Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi’. Terbukti bahwa pengelolaan sampah merupakan hal yang harus dilakukan dengan serius.

 

Rosa Vivien Ratnawati, perempuan yang menggawangi Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Bahaya Beracun (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan bahwa ada tiga tujuan peringatan HPSN kali ini. Pertama, memperkuat komitmen dan peran aktif pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan sampah dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi.

 

Kedua, memperkuat partisipasi publik dalam upaya menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi dengan gerakan memilah sampah. Tujuan ketiga, adalah memperkuat komitmen dan peran aktif produsen serta pelaku usaha lainnya dalam implementasi bisnis hijau (green bussiness) dengan menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi.

 

 

Manfaatkan Sampah untuk Ekonomi Sirkular

Didukung data terkini, pengelolaan sampah termasuk salah satu sektor usaha yang tahan banting (resilient) selama pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), perekonomian Indonesia kuartal III 2020 pada 5 November 2020, sektor ini justru mengalami pertumbuhan positif. Sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, dan limbah merupakan sektor yang tumbuh sangat tinggi, yaitu 6,04%. Pengolahan sampah yang baik akan menghasilkan output bermanfaat serta bernilai ekonomis, inilah yang menjadi tujuan ekonomi sirkular, agar sisa konsumsi tidak berakhir di TPA.

 

Masyarakat yang telah memilah sampahnya perlu dihubungkan dengan tempat yang bisa memprosesnya, dalam hal ini adalah bank sampah. Ditjen PSLB3 yang dipimpin Vivien berusaha mendukung eksistensi bank sampah di tengah-tengah kondisi pandemi Covid-19. Salah satunya dengan mengadakan “E-Learning Pelatihan Pengelolaan Sampah di Bank Sampah”. Sebanyak 4200 pengurus bank sampah di seluruh Indonesia mendapat pelatihan, baik teori maupun praktik pengelolaan sampah. Selain diharapkan mampu mengelola sampah dengan lebih maksimal, bank sampah diberdayakan untuk mendukung pencapaian target penyediaan bahan baku dalam negeri bagi kegiatan daur ulang plastik dan kertas.

 

“Selama ini kita membutuhkan sekitar tujuh juta ton sampah terpilah untuk memenuhi kebutuhan pembuatan scrap kertas. Sayangnya 50% dari jumlah tersebut masih harus kita impor. Padahal kebutuhan itu dapat dipenuhi dari sampah terpilah dalam negeri, dan kita akan mendapatkan manfaat ekonomi sebesar Rp21 triliun satu tahunnya,” ujar ibu dua putri ini mengenai nilai ekonomi dari sampah sebagai bahan baku kertas. Sampah organik bisa dikurangi pula dengan memanfaatkan maggot, yaitu larva serangga Black Soldier Flies (BSF) yang dapat mengubah material organik menjadi biomassa. Maggot memiliki kemampuan mengurai sampah organik 1-3 kali dari bobot tubuhnya selama 24 jam. Setelah mati, bangkai maggot bisa digunakan sebagai pakan ternak, karena kaya akan protein. Bahkan, kepompongnya bisa dijadikan pupuk, sehingga tidak menimbulkan sampah baru. Setiap maggot kering bisa dijual dan memberi tambahan pemasukan tambahan.

 

 

Bintang Satyalencana Wira Karya

Keberhasilan Vivien terkait inovasi pengelolaan sampah dan limbah B3 membawanya dianugerahi bintang Satyalencana Wira Karya oleh Presiden Joko Widodo. Penghargaan yang diberikan pada saat peringatan Hari Rimbawan tersebut diberikan atas prestasinya, karena dalam waktu tiga tahun menjabat, dia berhasil mengeluarkan 26 regulasi, mencakup pengelolaan sampah dan pengelolaan limbah B3 yang diatur dari hulu ke hilir, tidak lagi bersifat parsial.

 

Jika sebelumnya, pengelolaan limbah B3 memakai prinsip cradle to grave, kini Ditjen PSLB3 menerapkan prinsip cradle to cradle, yaitu bagaimana limbah B3 dimanfaatkan kembali. Jadi tidak dimusnahkan atau ditimbun di landfill misalnya. Direktorat yang dipimpin Vivien juga membuat inovasi aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN). Melalui aplikasi tersebut siapa pun bisa memantau capaian kinerja pengelolaan sampah, seperti jumlah timbulan sampah per daerah, data spasial, hingga sebaran fasilitas pengelolaan sampah. Data yang komprehensif ini dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan, misalnya untuk pengolahan sampah.

 

“Inovasi lainnya adalah Siraja Limbah Online yang mengatur bagaimana perusahaan-perusahaan melaporkan pengelolaan limbah B3-nya, apakah disimpan ataukah dimanfaatkan. Jenis limbah dan penanganannya juga tercantum, sehingga ketika kami melakukan pengelolaan, data-datanya memang benar, dan kami bisa menghasilkan kebijakan lebih baik lagi,” tutur lulusan pascasarjana Jurusan Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Sydney ini.

 

BACA JUGA:

Jully Bunnara: Pantang Mundur di Tengah Pandemi

Nicke Widyawati: Bakti untuk Tanah Air Indonesia

 

Kerja sama lintas sektor sebagai perwujudan pengelolaan sampah berkelanjutan juga dilakukan melalui penandatanganan SKB (surat keputusan bersama) antara Menteri KLHK, Menteri Perdagangan dan Perindustrian, serta Kapolri, terkait dengan importasi limbah non-B3. KLHK bertugas menyediakan bahan baku dari sampah terpilah yang kemudian diserahkan pada perusahaan daur ulang binaan Kementerian Perindustrian. Kementerian Perdagangan dalam hal ini mengatur kuota impor. Jadi, kalau bahan baku dalam negeri sudah terpenuhi, maka kuota impor akan diturunkan. Sementara, kepolisian RI berperan menjaga agar sampah-sampah ilegal tidak masuk ke Indonesia, seperti pada tahun 2019 silam.

 

“Implementasi ekonomi sirkuler yang optimal tentu dapat membantu keberlanjutan pengelolaan sampah di Indonesia menjadi bahan lain yang bermanfaat. Selain kebijakan dan regulasi yang sudah ada serta peningkatan edukasi kepada masyarakat, integrasi yang baik antara semua pihak yang terlibat akan sangat dibutuhkan guna mencapai target pada tahun 2025,” pungkas perempuan kelahiran Jakarta ini mengakhiri wawancara dengan Women’s Obsession. Sehingga penggelolaan sampah yang termasuk salah satu sektor usaha tahan banting bisa terus bertumbuh positif dan menjadi bagian solusi efektif mengatasi Indonesia Darurat Sampah.

 

Baca artikel selengkapnya di majalah cetak dan digital edisi Maret 2021.

 

 

Nur A | Foto: Fikar A