Tak Gentar Hadapi Mafia Hukum

Aditya Yosodiningrat, Advokat Law Firm Henry Yosodiningrat

 

Namanya memang belum seterkenal sang ayah, namun Raditya Yosodiningrat mulai menjejak karier yang sama. Menjadi anak kedua yang mengikuti menekuni dunia lawyering, pria yang akrab dipanggil Adhit ini awalnya tidak berencana menjadi advokat. Dia bahkan sempat melanglang buana ke mana-mana, pernah mondok pesantren, masuk Akabri, hingga mengenyam pendidikan ke luar negeri jurusan IT.

“Dulu saya nakal, tapi di satu titik saya akhirnya memutuskan untuk menekuni dunia advokat. Alasannya karena bahasa hukum selalu Papah terapkan sehari-hari, sehingga mudah kami terima. Setelah 10 tahun kuliah saya menjadi sarjana hukum,” kenang pria berpostur tinggi ini.

Adhit menganggap sang ayah adalah panutan di hidupnya. Dia menilai belum ada advokat yang lebih baik dari pendiri Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners dan Pendiri Granat (Gerakan Nasional Anti Narkotika) tersebut. “Apa yang beliau ucapkan selalu dilakukan di dalam pekerjaan maupun sehari-hari. Itu yang kami lihat dan tiru,” ungkapnya.

Memilih belajar langsung di bawah bimbingan sang ayah di Law Firm Henry Yosodiningrat & Partners, Adhit diamanahi memegang perkara keras, seperti sengketa tanah dan tambang, yang menguras pikiran, tenaga, waktu, bahkan mempertaruhkan nyawa.

 

 

 

“Menurut Papah, kalau kita menangani perkara keras, harus struggle, menjadikan kita orang yang gigih. Saya pernah menghadapi kasus yang sangat pelik saat berhadapan dengan mafia hukum. Belasan tahun saya menjadi advokat, saya kalah dengan praktik mafia hukum. Namun, yang terpenting kita tetap melakukan secara profesional dan berusaha yang terbaik, sehingga meskipun kalah klien puas,” tandasnya.

Pilihan Adhit menjadi lawyer, sedikit banyak juga dipengaruhi dedikasi Henry di dunia hukum. Sang ayah tetap gigih menempuh pendidikan doktor untuk mendalami ilmu hukum yang dimiliki dan lulus dengan gelar cum laude pada usia 63 tahun. Ingin memberi hadiah ulang tahun ke-67, Adhit dan adiknya Aga menjalani sidang promosi dan lulus dari Universitas Trisakti dengan gelar cum laude pula.

Tak hanya dari segi keilmuan, Henry juga selalu menekankan bahwa seorang advokat itu harus punya warna. Dia tidak lupa mengingatkan kepada anak-anaknya, ketika berada di pengadilan tampillah sebagai bintang, dengan menunjukkan sikap profesional dan mumpuni. Jangan hanya sebagai penumpang, tetapi harus bisa menjadi leader. Ayahnya juga mengajarkan bahwa keluarga merupakan hal penting yang tidak boleh dilupakan. Dan hal ini terbawa hingga ke kantor. Bahkan, ada kelakar setiap orang di sana memiliki nama belakang Yoso, karena sudah seperti keluarga sendiri.

Menutup pembicaraan, Adhit berharap bisa menjaga reputasi yang telah dibangun oleh sang ayah. “Papah selalu bilang, 43 tahun kantor ini terjaga namanya, jangan kamu rusak karena hal-hal yang kecil. Jadi, kami pegang teguh apa yang dia bilang, yakni menjadi advokat yang jujur, punya warna maupun sikap, serta bermartabat dan mengedepankan etika profesi. Artinya tidak menjadi advokat yang hitam, melainkan putih. Insya Allah etika profesi tetap kami jaga. Uang mudah dicari, tetapi harga diri dan integritas tidak bisa dibeli,” tambahnya dalam sesi wawancara di kediaman Henry Yosodiningrat. Nur A | Foto: Sutanto