Menjadi perempuan di masa sekarang bukan cuma perkara mengejar pendidikan, tapi perlu keberanian membuka jalan agar orang lain bisa maju bersama. Di tengah ketimpangan, tekanan sosial, dan dunia yang terus berubah, dia mengambil peran penting dalam mengubah arah.
Banyak orang membangun karier dengan satu jalur lurus, tetapi tidak bagi Cahaya Manthovani. Latar belakangnya yang dimulai dari arsitektur dan berkembang ke transformasi digital justru menjadi kekuatan untuk menciptakan berbagai inisiatif berdampak.
Di usia muda, Cahaya telah memimpin gerakan sosial berbasis inklusi, mendirikan yayasan, dan mengelola bisnis dengan nilai-nilai yang kuat. Di usia 26 tahun, lulusan Kyungsung University Korea Selatan ini dikenal sebagai pengusaha muda, sociopreneur, dan aktivis sosial. Cahaya, peraih penghargaan Puspa Nawasena dalam gelaran Anugerah Puspa Bangsa 2025 ini menjabat sebagai Eksekutif Director PT Bumi Serang Asri dan Ketua Harian Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB), dua peran yang dijalaninya dengan semangat untuk menciptakan perubahan. “Saya percaya bahwa lintas disiplin adalah kekuatan,” ungkapnya.
Dia membuktikan komitmen itu lewat kiprahnya di YIPB, lembaga nirlaba yang fokus pada isu inklusi, salah satunya lewat program pemenuhan gizi untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Tantangannya, menurut Cahaya, tidak hanya teknis, tetapi juga cara pandang masyarakat. “Kami harus menunjukkan bahwa kami hadir bersama mereka,” pungkasnya.
Warisan Nilai Keluarga
Sejak kecil, Cahaya Manthovani tumbuh dalam keluarga yang menanamkan nilai-nilai kemanusiaan secara konsisten, bukan hanya lewat kata-kata, melainkan melalui keteladanan yang membekas. Kedua orang tuanya, Reda Manthovani dan Syuastri Wijaya, kerap turun langsung membela hak kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas. “Dari keduanyalah saya belajar bahwa keadilan bukan hanya soal hukum, tapi juga keberpihakan pada kemanusiaan,” ungkapnya.
Nilai itu makin meresap ketika dia berinteraksi dengan anak-anak berkebutuhan khusus di sebuah sekolah luar biasa, sebuah pengalaman yang mengubah cara pandangnya ke level yang lebih dalam. “Di sana saya menyadari bahwa banyak dari mereka bukan tidak mampu, tetapi belum diberi ruang yang layak untuk berkembang,” tuturnya.
Sejak itu, Cahaya merasa terpanggil untuk menciptakan ekosistem yang menghadirkan akses dan dukungan yang setara. Prinsip yang dia pegang hingga kini pun tetap sama, yakni perubahan sejati lahir dari kebersamaan yang tulus. “Semua itu bermula dari rumah. Kedua orang tua saya yang tanpa lelah menunjukkan bahwa empati dan inklusi bukan untuk diwacanakan, tapi diwujudkan,” ungkapnya.
Menjembatani Mimpi Anak Negeri
Kesadaran soal pentingnya pendidikan inklusif memang mulai tumbuh, tetapi belum benar-benar mengakar di sistem pendidikan nasional. Banyak sekolah reguler masih belum siap dari segi fasilitas, SDM, maupun metode pembelajaran. “Inklusi sejati tak sebatas membuka pintu, tetapi menyambut dengan empati, memahami perbedaan, dan memfasilitasi potensi,” tegas Cahaya. Dia menekankan bahwa inklusi tidak berhenti pada isu disabilitas saja, melainkan juga keberagaman identitas, ekonomi, hingga budaya.
Melalui Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB), Cahaya Manthovani membuka jalan bagi pendidikan yang memanusiakan. Ia tidak sekadar menjadi pendiri, tetapi juga penggerak utama yang terlibat langsung di lapangan. Baginya, inklusi bukan konsep yang eksklusif untuk diskusi seminar atau regulasi, melainkan sesuatu yang harus terasa dalam keseharian. “Saya ingin pendidikan inklusif tidak lagi dianggap sebagai alternatif. Semua anak berhak tumbuh dan belajar dalam sistem yang menerima mereka apa adanya. Karena setiap anak adalah aset, bukan beban,” ujarnya.
Dalam lima tahun ke depan, dia punya visi yang jelas. “Saya berharap pendidikan inklusif tidak lagi menjadi program pinggiran, tapi benar-benar menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang utuh. Kita butuh lebih banyak kebijakan yang tidak hanya bersifat normatif, tapi juga operasional dan aplikatif di tingkat satuan pendidikan,” ujarnya.
Keberanian Perempuan Masa Kini
Dia percaya, keberanian untuk melangkah meskipun perlahan, merupakan modal paling penting. Dalam pengalamannya berkarya di sektor sosial dan bisnis, Cahaya menyadari bahwa perjalanan perempuan tidak selalu mulus. Tapi dia juga tahu, perempuan memiliki kemampuan istimewa untuk bertahan, beradaptasi, dan tetap peduli meskipun dunia kadang terasa berat. “Jangan takut untuk memulai dari nol, bersuara, atau tampil beda. Tantangan akan selalu ada, tapi kuncinya adalah keberanian untuk terus berjalan,” ujarnya. Hal yang terpenting menurutnya bukan perkara ambisi besar atau pencapaian gemerlap, melainkan perlunya konsistensi menjaga niat, menjaga arah, dan tetap menjadi pribadi yang hadir untuk orang lain. “Jadilah perempuan yang tidak hanya hebat untuk dirinya sendiri, tapi juga menjadi cahaya bagi orang lain,” tutur Cahaya. Karena baginya, setiap langkah, sekecil apa pun, bisa membawa makna besar bagi dunia di sekitar.
Baca selengkapnya di e-magazine Women's Obsession edisi 125