Kentalnya Toleransi di Desa Gelgel dan Penglipuran

Memilih tujuan travelling ke desa wisata di Indonesia bukanlah hal yang sulit. Hampir di setiap pulau di Tanah Airdmemiliki desa yang khas akan budaya setempat. Salah satunya Bali yang tidak hanya menjadi pulau dengan keindahan alam yang memesona. Tapi juga budaya yang kental dan masih terjaga hingga saat ini. Di antara sekian banyak desa wisata di Pulau Dewata, kali ini Women’s Obsession akan membahas dua desa yang unik.

 

Desa Islam tertua di Bali

 

Dikenal dengan toleransi beragama yang sangat baik, Bali memiliki Desa Gelgel sebagai desa Islam tertua yang juga menjadi salah satu desa tertua di Bali. Awal mula penyebaran agama Islam di desa ini adalah ketika 40 prajurit Majapahit diutus untuk mengawal Raja Gelgel Dalem Ketut Ngelesir kembali ke Pulau Dewata. Sebagai rasa terima kasih, sang raja kemudian mempersembahkan sebidang tanah di sisi timur kerajaan di Klungkung untuk tempat tinggal mereka yang ternyata adalah umat Muslim.

 

Sejak saat itu, penyebaran agama Islam di desa tersebut pun semakin luas. Tidak hanya dihuni oleh umat muslim, desa yang dikenal dengan karya tembikarnya ini begitu menjaga toleransi beragama. Salah satu bentuk toleransi yang dijaga adalah kegiatan makan bersama yang dikenal dengan tradisi ngejot. Tradisi ini dilakukan dengan saling berkirim makanan saat setiap pemeluk agama memperingati hari raya keagamaannya.

 

Hal yang unik adalah setiap orang sudah betul-betul memahami dan mempraktikkan apa yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh setiap pemeluk agama. Seperti tidak mengandung daging sapi ketika akan memberi makanan kepada warga beragama Hindu dan hanya membagikan makanan halal pada umat Muslim. Begitu pun dengan pemeluk agama lainnya. Jika ingin berkunjung ke desa wisata yang satu ini, wisatawan tidak hanya bisa menikmati budaya Bali yang kental, tapi juga berbagai bangunan bersejarah. Bahkan tembikar dan kain songket karya masyarakat setempat yang kualitasnya telah tersohor.

 

Menjaga keselarasan alam

 

Begitu menghargai kebersihan, tak aneh rasanya jika desa Penglipuran dinobatkan sebagai desa terbersih ke-tiga di dunia versi majalah internasional Boombastic pada tahun 2017 lalu. Selain itu, desa ini juga begitu menjaga keselarasan dengan alam. Hal ini dapat dilihat dari arsitektur bangunan dan rumah rumah masyarakat yang masih berkonsep menyatu dan harmonis dengan alam sekitar. Hampir semua rumah di desa ini memiliki bentuk sama.

 

Baik bentuk rumah hingga gerbang di semua bangunan, masih menjaga bentuk asli khas Bali. Ini karena masyarakat setempat masih memegang konsep Tri Hita Karana, yakni filosofi masyarakat Bali mengenai keseimbangan hubungan antara Tuhan, manusia, dan lingkungannya. Tak hanya dilihat dari bangunan, Desa Penglipuran juga terdiri dari 40% hutan bambu yang juga menjadi daya tarik tersendiri.

 

Budaya lain yang masih dipegang kuat adalah bagaimana masyarakat setempat menghormati perempuan dengan adanya larangan berpoligami. Jika ada yang melanggar aturan monogami tersebut, akan mendapatkan hukuman, yakni dikucilkan dari desa. Pelaku poligami juga dilarang melewati jalanan umum, memasuki pura, bahkan tidak diperbolehkan mengikuti kegiatan adat.