Suara Para Sekutu

Bertajuk ‘Para Sekutu yang Tidak Bisa Berkata Tidak’, pameran seni ini merupakan bagian dari program Collecting Entanglements and Embodied Histories, proyek dialog kuratorial jangka panjang. Acara ini diprakarsai oleh Goethe-Institut bekerja sama dengan berbagai pihak. Di antaranya MAIIAM Contemporary Art Museum, Singapore Art Museum, Hamburger Bahnhof, dan Galeri Nasional Indonesia.

 

Tidak hanya dihelat di Tanah Air, pameran ini akan berlangsung pula di empat negara dengan kuratornya masing-masing. Sebut saja Anna-Catharina Gebbers (Jerman), Gridthiya Gaweewong (Thailand), June Yap (Singapura), dan Grace Samboh (Indonesia). Acara ini dihelat dengan latar belakang kerinduan para kurator akan pameran seni. Mengingat pandemi Covid-19 membuat beberapa pagelaran seni terpaksa ditunda bahkan dibatalkan.

 

Baca Juga:

Infusions into Contemporary Art

Perspektif Baru Melihat Sejarah Indonesia

 

 

Selain itu, banyaknya koleksi Galeri Nasional yang belum pernah dipamerkan ke publik pun menjadi salah satu faktor pendukung berlangsungnya acara ini. Karya seni yang ditampilkan tidak hanya berasal dari pihak-pihak yang terlibat. Pameran ini juga menghadirkan karya-karya dari Museum Seni Rupa dan Keramik - Unit Pengelola Museum Seni dan beberapa koleksi pribadi, serta arsip-arsip bersejarah.

 

Sebagian dari seniman yang karyanya ditampilkan dalam pameran adalah Agus Suwage, Basoeki Abdullah, Belkis Ayo n Manso, Bruce Nauman, Danarto, Dolorosa Sinaga, Emiria Sunassa, dan lain-lain. Selain lukisan-lukisan dengan filosofi mendalam, beberapa instalasi menarik turut meramaikan ruang pameran.

 

Salah satu instalasi menarik adalah ‘Paduan Suara yang Tidak Bisa Berkata Tidak’ milik S. Teddy D. Karya ini menampilkan sederet kepala ayam yang menempel di bambu-bambu yang melintang dengan arah yang sama. Di bagian belakang terdapat beberapa foto dan kaca yang dipajang menghadap ke barisan kepala ayam tersebut.