Ermey Trisniarty: Selalu Fokus & Konsisten

Founder & Owner Dapur Cokelat

 

Saat mendirikan Dapur Cokelat 21 tahun lalu, Ermey Trisniarty tidak pernah membayangkan akan mempekerjakan lebih dari 1000 pegawai. Mimpinya ketika itu tidak muluk-muluk, apalagi sampai ingin dikenal seluruh dunia. Ketika itu dia hanya berharap dapat bekerja sesuai passion, yakni membuat cokelat kesukaannya. Tak disangka dari outlet kecil di Jalan Ahmad Dahlan, Jakarta, kini tokonya sudah dapat ditemui hingga ke luar pulau Jawa.

 

Bersama Okky Dewanto yang kini menjadi pasangannya, perempuan yang akrab disapa Eiyi ini memberanikan diri membuka toko cokelat. Dia pun rela melepaskan pekerjaannya di majalah Selera yang telah digelutinya selama tiga tahun terakhir demi mewujudkan impiannya. Berbagai suka duka dialaminya, mulai dari toko yang sering dikira menjual kitchen set, pembajakan pegawai, hingga ditipu orang yang mengajak kerja sama. Namun, dia pantang menyerah dan kini jerih payahnya membuahkan hasil yang manis. Dapur Cokelat menjadi brand yang cukup dikenal luas dan terus melebarkan sayapnya. 

 

 

Hobby & Passion

Bersahabat dengan terigu, tepung, dan telur sejak kecil, Eiyi tidak canggung berada di dapur. Memilih sekolah kejuruan, bakatnya di bidang kuliner semakin terasah. Dia kemudian memutuskan melanjutkan studi dan menekuni pastry di National Hotel Institute (NHI) yang sekarang menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung. Di waktu luangnya dia sering mencoba-coba mengolah cokelat dan pralines. Pesanan kue-kue cokelat buatannya semakin banyak mengalir, sehingga menyita sebagian besar dapur di rumahnya. Instingnya sebagai entrepreneur semakin matang.

 

Keahlian Eiyi mulai dilirik bahkan sebelum lulus kuliah dan direkrut untuk bergabung dengan Mercantile Club yang menjadi tempat baginya menimba ilmu. Untuk menambah bekalnya, anak ketiga dari tujuh bersaudara ini kembali ke bangku sekolah dan mengambil jurusan ilmu manajemen di NHI. Pertemuannya dengan Okky meneguhkan tekadnya untuk mewujudkan mimpinya memiliki toko kue sendiri.

 

BACA JUGA:

Leona A Karnali: Mewujudkan Rumah Sakit Berstandar Internasional

Evelyn Yonathan: Gender Bukan Halangan

 

Fokus dan konsisten menjadi prinsip yang dipegang teguh Eiyi dalam menjalani hidupnya. “Kita harus fokus, apa pun yang dijalankan. Konsisten dengan pribadi sendiri pasti akan berpengaruh saat berinteraksi dengan orang lain. Fokus saja,” ujar perempuan yang sempat berkuliah di jurusan Agribisnis IPB ini. Menurutnya kedua hal itulah yang membuatnya tetap bertahan dengan bisnis yang dimulainya bersama sang suami hingga sekarang.

 

Ingin berbuat lebih banyak dan membantu mereka yang ingin berusaha, Dapur Cokelat lalu menawarkan sistem franchise atau waralaba. Tentunya dengan persiapan yang sudah matang, agar kualitasnya tetap terjaga dan tidak mengecewakan para Chocolatiers. “Franchise pertama di Makassar, dimulai dari teman sendiri. Kami coba, karena sudah waktunya Dapur Cokelat berkembang,” ungkap ibu dua anak ini.

 

 

Blessing in Disguise

Berkembangnya dunia digital dan pandemi Covid-19 merupakan dua tantangan yang Eiyi akui cukup menantang dalam membesarkan Dapur Cokelat. “Semester pertama pandemi agak cukup berat waktu itu. Orang dilarang berinteraksi, sementara pelanggan biasanya datang ke outlet untuk melihat produk dan membeli. Jadi kami sangat terdampak imbasnya. Saking luar biasa dampaknya, kami menyebutnya badai tsunami,” tuturnya berkaca-kaca. Dia terpaksa merumahkan beberapa karyawan ketika pandemi berjalan tiga bulan. Karyawan yang tersisa pun hanya bekerja selama tiga hari.

 

Dari pandemi Eiyi belajar beradaptasi dan berinovasi, sehingga Dapur Cokelat mampu bertahan dan tetap bertumbuh. Dan ternyata jalan keluarnya sudah ada di depan mata, hanya saja tidak disadari sebelumnya. Premix yang dikembangkan untuk kebutuhan franchise menjadi jawaban dan penyelamat kala pandemi. “Premix dikemas ulang dengan menggunakan pouch, sehingga pelanggan dapat membuat kue sendiri tanpa harus keluar rumah, tapi rasanya tetap Dapur Cokelat. Dan akhirnya sekarang bertambah, bukan hanya premix kue, tapi juga minuman, puding, dan es krim,” tambah perempuan yang senang ke pasar untuk menghilangkan stres ini.

 

 

Untuk memperkenalkan premix tersebut, Eiyi mempergunakan media sosial. Melalui live session di instagram, dia kembali berhubungan dengan Chocolatiers yang kerap berada di dapur, akibat diberlakukannya kebijakan PPKM. Tak segan-segan memberikan ilmu, acara yang kadang berlangsung hingga dua jam ini diikuti sekitar 4000 follower Dapur Cokelat.

 

Perubahan cara promosi dari era cetak brosur dan leaflet menjadi ke dunia digital sebenarnya telah ditempuh Eiyi dan timnya. Dan pada ulang tahun Dapur Cokelat ke-21, akhirnya diluncurkan aplikasi untuk semakin menjangkau konsumen. “Direncanakan sejak tujuh tahun lalu, dan dibuat dalam waktu empat tahun, aplikasi ini akan menjadi fokus goal kami tahun ini. Selain sebagai fasilitas untuk customers, aplikasi ini juga menjadi strategi marketing kami,” ucapnya dengan nada bersemangat. Nur A | Dok. Pribadi

 

Baca artikel selengkapnya pada e-magazine Women's Obsession Edisi Juni 2022