Best Achiever in Women Regional Leaders: Badingah Bupati Gunungkidul

Pengalaman dan usia terbukti memperkaya ketajaman dan kearifan
Badingah memimpin Gunungkidul menjadi kabupaten yang terus
berkembang secara berkelanjutan. Dari segi infrastruktur,
kesejahteraan, dan pelayanan yang merata di masyarakat.

 

Sejak muda Badingah sudah membekali diri dengan beragam organisasi. Antara lain aktif di Aisyiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Himpunan Wanita Karya (HWK), Palang Merah Indonesia (PMI), Wanita Islam, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), dan lain-lain di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Jejak berorganisasi turut berpengaruh pada elektabilitas sosok perempuan kelahiran 17 September 1949 ini, ketika terjun ke panggung politik di kawasan Gunungkidul. Pertama kali, dia digandeng sebagai calon wakil bupati (cawabup) Gunungkidul bersama Suharto pada Pilkada 2005-2010. Duet tersebut berhasil
memenangkan pilkada.

Di periode selanjutnya, dia kembali maju mengemban posisi yang sama, namun berbeda pasangan, yaitu Sumpeno Putro. Kembali terpilih menduduki posisi puncak di Gunungkidul, namun kenyataan berkata lain di tengah perjalanan. Pada 2011, Badingah menjadi Bupati Gunungkidul periode 2011-2015, karena Sumpeno meninggal dunia.

Atas besarnya permintaan berbagai elemen masyarakat, dia maju sebagai calon bupati (cabup) pada pemilihan selanjutnya. Alumni STISIPOL Kartika Bangsa ini menggandeng wakil bupati petahana Gunungkidul Immawan Wahyudi. Duet usungan koalisi PAN, Golkar, Nasdem, Hanura, dan PPP ini meraih kepercayaan tertinggi dari masyarakat, sehingga terpilih untuk masa 2015-2020.

Semenjak terpilih menjadi bupati, ibu tiga anak ini setia berkomitmen untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk. Salah satu langkah yang ditempuh meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dia termasuk pemimpin yang senang turun ke lapangan, tanpa terencana untuk memastikan intruksinya tidak hanya sebatas di atas kertas.

Dia sempat menuturkan ketika sidak ke puskesmas Ngawen, “Kendala kami memang lebih pada jumlah dokter. Oleh karena itu, kami berharap kinerja dokter
ditingkatkan dengan kondisi saat ini. Saya pun mewanti-wanti semuanya untuk bekerja dengan baik sesuai tupoksi. Ketika jam kerja harus memberikan
pelayanan secara optimal, tidak ada alasan.”

Selain spontan dalam mengecek kondisi riil di lapangan, dia pun tegas dalam mengarahkan tim untuk berupaya lebih optimal. Di akhir November silam, sempat terungkap kekecewaannya pada kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang belum maksimal.

“Jika hanya santai, maka target tidak akan bisa dicapai. OPD harus memperbaiki kinerja, menyesuaikan perencanaan yang telah disusun sejak awal. Perlu komunikasi intensif antara OPD dengan asisten maupun staf ahli,” ungkapnya. Arif Rahman Hakim | Dok. Pribadi

 

 

Untuk membaca artikel selengkapnya, dapatkan Women’s Obsession edisi Maret 2018