Infeksi saluran pernapasan akibat Respiratory Syncytial Virus (RSV) semakin mendapat perhatian serius, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak di bawah tiga tahun dan lanjut usia. Pada lansia, penurunan kekebalan tubuh meningkatkan risiko komplikasi yang dapat berakibat fatal.
Melihat ancaman ini, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) melalui Satgas Imunisasi Dewasa menambahkan vaksin RSV dalam jadwal imunisasi dewasa tahun 2025. Penasihat Satgas Imunisasi Dewasa PB-PAPDI, Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, FINASIM, FACP, menekankan bahwa RSV memiliki tingkat penularan lebih tinggi dibandingkan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. "Kekebalan tubuh manusia mengalami perubahan sejak lahir hingga usia lanjut. Pada lansia, sistem imun kembali menurun sehingga lebih rentan terhadap infeksi," ujarnya.
Dalam konteks ini, Dr. Samsu mengingatkan bahwa RSV dapat menyerang siapa saja, termasuk bayi dan lansia. Ia menyoroti kasus yang menimpa seorang selebritas Taiwan dan bayi di Jepang yang meninggal akibat infeksi ini. "RSV sering kali sulit dibedakan dari Covid-19 atau influenza hanya berdasarkan gejala klinis. Infeksi ini dapat menyebabkan batuk, demam, sakit tenggorokan, hingga pneumonia atau bronkiolitis," jelasnya.
Selain itu, RSV memiliki tingkat penularan yang cukup tinggi, dengan satu orang dapat menyebarkan virus ini ke sekitar tiga orang lainnya. Virus ini bertahan lebih lama di saluran pernapasan, terutama pada lansia dengan sistem imun yang melemah. Faktor komorbid seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes juga memperbesar risiko komplikasi. "Pada pasien dengan penyakit paru kronis seperti PPOK, infeksi RSV dapat memperburuk kondisi yang sudah ada dan meningkatkan risiko perawatan intensif," tambahnya.
Dampak RSV tidak hanya terbatas pada sistem pernapasan. Ketua Umum Pengurus Besar PAPDI, Dr. dr. Sally Aman Nasution, Sp.PD-KKV, FINASIM, FACP, menyoroti keterkaitan RSV dengan penyakit jantung. "Infeksi RSV dapat memicu kondisi akut pada pasien dengan riwayat penyakit jantung stabil. Sesak napas dan gagal jantung yang sebelumnya terkendali bisa memburuk dan memerlukan perawatan intensif," jelasnya.
Penderita gagal jantung menjadi kelompok yang paling berisiko. Orang yang memiliki riwayat hipertensi, serangan jantung, atau penyakit ginjal sering kali dapat mengelola kondisinya dengan obat-obatan. Namun, saat terinfeksi RSV, risiko perburukan meningkat drastis. Bahkan, infeksi virus pernapasan yang lebih ringan seperti influenza sudah cukup untuk menyebabkan komplikasi serius.
Studi menunjukkan bahwa pasien lansia dengan infeksi RSV memiliki tingkat rawat inap dan komplikasi lebih tinggi dibandingkan mereka yang terinfeksi influenza. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa infeksi RSV dapat meningkatkan risiko serangan jantung berulang, terutama pada penderita diabetes dan penyakit jantung koroner.
Untuk mengurangi risiko infeksi, protokol kesehatan seperti menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker masih sangat relevan. "Penularan RSV terjadi melalui droplet dan kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, sehingga kebersihan dan pola hidup sehat menjadi faktor penting," ujar dr. Samsu.
Saat ini, vaksin RSV telah tersedia dan direkomendasikan bagi lansia berusia 60 tahun ke atas. "Kekebalan tubuh yang diperoleh dari infeksi alami tidak bertahan lama, sementara vaksin RSV dapat memberikan perlindungan lebih lama hanya dengan satu kali pemberian," jelasnya. Beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Eropa telah lebih dulu merekomendasikan vaksinasi RSV bagi kelompok rentan.
Di kawasan Asia Tenggara, infeksi ISPA masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan. "Jika cakupan vaksinasi lansia mencapai 30 persen, diperkirakan 2,8 juta orang dapat terhindar dari infeksi RSV," tambahnya.
Kesadaran akan bahaya RSV bagi kelompok rentan menjadi sangat penting. Infeksi ini bukan sekadar flu biasa, tetapi dapat memicu perburukan penyakit kronis yang sebelumnya stabil. Para tenaga medis diharapkan memiliki pemahaman yang sama agar penanganan pasien dengan komorbid dapat dilakukan secara optimal. Pencegahan melalui vaksinasi dan pola hidup sehat menjadi langkah terbaik dalam melindungi kelompok rentan dari risiko infeksi yang berat. [Angie | Foto: Istimewa]