Imunisasi bukan hanya untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga menciptakan perlindungan bersama. Inilah yang disebut herd immunity, benteng kekebalan kelompok yang terbentuk ketika cukup banyak orang terlindungi, sehingga penyebaran penyakit bisa ditekan.
Kesadaran akan pentingnya perlindungan kolektif inilah yang mendorong diselenggarakannya Pekan Imunisasi Dunia 2025. Di tengah dinamika kesehatan global, perlindungan lewat vaksin kini dilihat sebagai kebutuhan sepanjang hayat. Untuk memperkuat pemahaman ini, Pekan Imunisasi Dunia 2025 diperingati melalui acara bertajuk Sehat Sepanjang Hayat: Imunisasi untuk Semua Tahap Kehidupan, yang digelar secara hybrid pada 29 April 2025 di Kuningan, Jakarta. Acara ini didahului oleh penyelenggaraan dua webinar sebelumnya.
Diselenggarakan oleh PP IAKMI dan didukung oleh Pfizer, acara ini menjadi bagian dari kampanye global yang mengajak masyarakat melengkapi imunisasi di setiap fase kehidupan. Tahun ini, tema dunia Immunization for All is Humanly Possible bertepatan dengan peringatan 50 tahun program imunisasi EPI, sedangkan di Indonesia, kampanye ini dirangkai dalam semangat "Ayo Lengkapi Imunisasi, Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas."
Sebagai pembuka, dr. Prima Yosephine, M.K.M dari Kementerian Kesehatan RI, menekankan bahwa imunisasi bukan hanya urusan medis, tapi bagian dari perlindungan jangka panjang terhadap penyakit yang bisa dicegah. Dia menyebut perlunya kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat demi memastikan vaksinasi menjangkau setiap individu, dari bayi hingga lansia. “Upaya ini sangat cost-effective dan krusial bagi daya tahan bangsa,” katanya.
Memperkuat hal itu, dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, menggarisbawahi pentingnya vaksinasi untuk mencegah penyakit pernapasan seperti pneumonia dan Covid-19. Dia menyebut bahwa perlindungan terbaik tak bisa hanya bergantung pada pengobatan, tetapi harus dimulai dari pencegahan. “Imunisasi adalah investasi kesehatan. Jadi ini bukan urusan anak-anak saja,” ujarnya.
Dari perspektif ibadah haji, dr. Endy M. Astiwara mengingatkan soal tingginya risiko penularan penyakit di Tanah Suci, khususnya pneumonia. Menurutnya, vaksinasi perlu dijadikan bagian dari persiapan fisik dan spiritual jemaah sejak jauh hari agar terhindar dari penularan penyakit. Hal serupa disampaikan Ibu Endang Sundari dari Bidan Delima, yang menekankan pentingnya edukasi vaksin di kelas ibu hamil untuk melindungi ibu dan bayi sejak dini.
Diskusi ditutup oleh Prof. Adang Bachtiar dari PP IAKMI, yang melihat imunisasi sebagai bagian dari strategi pembangunan kesehatan nasional. Dia mengajak semua pihak bergerak bersama, bukan sekadar menjalankan rutinitas. “Ini harus jadi snowball. Kita perlu sinergi, keberanian untuk berinovasi, dan pandangan jauh ke depan,” katanya.
Lewat rangkaian diskusi ini, peringatan Pekan Imunisasi Dunia kembali mengingatkan bahwa imunisasi adalah tanggung jawab bersama. Tak cukup hanya mengenal manfaatnya, tapi juga memastikan akses dan pelaksanaannya menyentuh semua lapisan masyarakat. [Angie | Foto: Angie & Dok. IAKMI]