Dengan kepemimpinan yang menyeimbangkan antara teknologi dan kemanusiaan,
dia membuktikan bahwa transformasi sebenarnya dimulai dari nilai, visi, dan keberanian untuk berubah.
Pemimpin yang tak hanya paham arah perubahan, tapi juga mampu menggerakkan organisasi dengan hati dan visi jangka panjang, itulah gambaran yang mewakili diri Beatrix Santi Anugrah. Apalagi, dalam industri keuangan Indonesia yang tengah berpacu dengan disrupsi digital, figur seperti ini sangatlah diperlukan. Diamanahi sebagai Direktur di PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re sejak 2022 silam, dia membawa lebih dari dua dekade pengalaman di sektor keuangan yang penuh dinamika dan kompleksitas.
Berpengalaman memimpin berbagai divisi strategis di industri perbankan sebelum berlabuh di dunia reasuransi, Beatrix menyebut kepemimpinan sebagai seni memadukan arah, empati, dan inklusivitas. “Kepemimpinan bagi saya tak terbatas pada mengambil keputusan, tapi cara kita mendorong orang lain untuk berkembang dan berkontribusi maksimal,” ujar perempuan yang lahir di Jakarta ini.
Dalam setiap perubahan, dia meyakini pendekatan humanis adalah kunci, agar inovasi bisa berjalan berkelanjutan. Menurut Beatrix, transformasi digital bukan proyek sesaat, tapi perubahan cara pikir dan kerja. “Paling penting adalah kecepatan beradaptasi dan
kemampuan mengubah budaya organisasi,” jelasnya.
Di tengah gelombang teknologi, dia konsisten menekankan pentingnya tata kelola dan manajemen risiko sebagai fondasi stabilitas industri. Sebagai Direktur Pengembangan dan TI Indonesia Re, Beatrix menghadapi tantangan besar dalam membentuk budaya yang melek digital. “Mindset adalah kunci. Transformasi tidak bisa berhasil, jika tidak diikuti semangat kolektif,” ujarnya. Dia pun membawa visi besar, yakni menjadikan Indonesia Re sebagai pemimpin teknologi di industri reasuransi.
“Digitalisasi bukan hanya soal sistem. Ini tentang membangun manusia,” tegas lulusan Magister Manajemen Universitas Pelita Harapan ini. Dia mendorong peningkatan kompetensi SDM, jalur karier yang jelas, dan budaya belajar berkelanjutan. Berbagai sertifikasi seperti Certified Wealth Manager (CWM) dan sertifikasi manajemen risiko perbankan, dia lihat sebagai penopang penting dalam industri yang kian teregulasi. “Sertifikasi adalah pengakuan atas kompetensi, penting untuk kredibilitas profesional,” ujarnya.
Beatrix pun mendorong para profesional untuk terus belajar dan berkembang. Sebagai pemimpin perempuan di sektor yang masih sarat bias, Beatrix tak menampik adanya tantangan. Namun, dia melihat potensi besar dalam gaya kepemimpinan perempuan yang inklusif dan kolaboratif. “Kita bisa tumbuh bersama, bukan saling bersaing,” ujarnya sambil menekankan pentingnya dukungan antar perempuan dan ruang aman untuk berkembang.
Untuk generasi muda, dia berpesan agar terus mengasah gabungan keterampilan teknis dan sosial. “Adaptif terhadap teknologi, paham data, dan mampu memimpin serta berkomunikasi. Tapi yang paling penting, jadilah pembelajar seumur hidup,” tuturnya. Di antara jadwal kerja yang padat, Beatrix tetap teguh pada nilai-nilai hidup yang dia pegang, yakni integritas, ketekunan, dan semangat belajar yang tak pernah padam.
“Dengan visi yang jelas dan kepercayaan diri, kita bisa menghadapi tantangan apa pun,” tambahnya. Demi menjaga semangat, dia pun menekuni hobinya, yakni traveling dan mencintai wastra Indonesia. “Melihat kekayaan budaya bangsa memberi saya perspektif dan energi baru,” sambungnya dengan senyum hangat.
Mengakhiri pembicaraan, Beatrix memberikan pesan yang penuh semangat bagi para perempuan muda di industri finansial. “Milikilah visi yang jelas dan percaya pada diri sendiri. Jangan takut bermimpi besar. Ambil tantangan, keluar dari zona nyaman, karena pertumbuhan tidak datang tanpa keberanian. Dan yang terpenting, mari saling mendukung sebagai perempuan untuk menciptakan perubahan positif bersama,” tutupnya.
Naskah: Gia Putri | Foto: Razzak Jauhar
Simak selengkapnya di e-magazine Women´s Obsession edisi 124