Dukung Keluarga Sehat, Kampanye Berhenti Merokok Resmi Diluncurkan

Kementerian Kesehatan RI bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan Kenvue meluncurkan Gerakan Berhenti Merokok untuk Indonesia Sehat dalam sebuah acara di JW Marriott Jakarta. Kampanye ini dirancang untuk merespons lonjakan jumlah perokok aktif di Indonesia sekaligus memperkuat layanan berhenti merokok di berbagai daerah.

 

Data terbaru menunjukkan Indonesia memiliki sekitar 70 juta perokok aktif, dengan 7,4 persen berasal dari kelompok usia 10 sampai 18 tahun. Meski prevalensi perokok pemula mengalami penurunan, jumlah perokok usia di atas 15 tahun terus bertambah, termasuk pengguna rokok elektronik yang naik drastis dalam satu dekade terakhir.

 

Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan tren ini mengkhawatirkan karena anak-anak dan remaja masih menjadi perokok pasif akibat paparan lingkungan. Ia menegaskan bahwa keberhasilan pengendalian tembakau membutuhkan peran kolektif, termasuk komunitas dan sektor swasta.

 

Presiden Direktur Kenvue Indonesia, Tenny Anggia, turut menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya angka perokok muda. Dalam sambutannya, ia menyoroti strategi industri tembakau yang menyasar generasi muda lewat iklan, sponsor, hingga produk beraroma. “Kita kehilangan lebih dari 300 ribu jiwa setiap tahun akibat penyakit terkait rokok. Ini bukan isu pribadi, tapi soal tanggung jawab kolektif,” kata Tenny.

 

Ia juga mencatat bahwa lebih dari separuh perokok sebenarnya ingin berhenti, namun tingkat keberhasilan tanpa bantuan medis masih rendah, berkisar 5 sampai 10 persen. Karena itu, ia mendorong pemanfaatan terapi seperti Nicotine Replacement Therapy (NRT) dan dukungan psikologis untuk meningkatkan efektivitas proses berhenti merokok.

 

Sementara itu, Direktur Utama RSUP Persahabatan, Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), mengingatkan masyarakat bahwa rokok elektronik bukan solusi. Ia menjelaskan bahwa rokok jenis ini membawa risiko kesehatan yang belum sepenuhnya diketahui publik dan berpotensi menimbulkan kerusakan paru yang sama seriusnya.

 

“Kanker paru dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) adalah dua penyakit yang paling sering kami temui akibat kebiasaan merokok. Ini berlaku untuk semua jenis rokok, termasuk elektronik,” ujarnya.

 

Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 28 Tahun 2024 dan UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 sebagai pijakan hukum dalam pengembangan layanan berhenti merokok. Dengan kampanye yang diperkuat kolaborasi lintas sektor, upaya ini diharapkan bisa memberi akses lebih luas bagi masyarakat yang ingin lepas dari ketergantungan rokok.

 

Sebagai solusi berhenti merokok berbasis bukti ilmiah, NRT seperti permen karet nikotin, patch, tablet hisap, dan semprotan mulut telah terbukti secara klinis membantu mengurangi gejala putus nikotin (withdrawal) dan meningkatkan peluang keberhasilan. Produk-produk ini bekerja dengan memberikan dosis nikotin rendah yang aman dan terkontrol, tanpa paparan ribuan zat kimia berbahaya dari rokok atau vape.

 

Fika Yolanda, Marketing Director Kenvue Indonesia, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen mendukung program pemerintah dalam mengintervensi prevalensi perokok dengan memastikan akses terhadap produk NRT seperti Nicorette® tersedia dan terjangkau di seluruh Indonesia, termasuk daerah terpencil. “Nicorette® adalah satu-satunya farmakoterapi berhenti merokok yang telah disetujui BPOM dan termasuk dalam daftar pre-qualification WHO. Produk ini terbukti meningkatkan tingkat kesuksesan berhenti merokok dua kali lipat dibanding niat saja, bahkan lima kali lipat jika dikombinasikan dengan konseling,” jelasnya.

 

Selain itu, Kenvue juga akan menghadirkan program edukasi menyeluruh bagi tenaga kesehatan dan masyarakat, termasuk edukasi digital, serta pelatihan yang dilakukan bersama Kementerian Kesehatan RI dan PDPI.

 

Perempuan sering berada di tengah dampak rokok—sebagai ibu yang khawatir anaknya terpapar asap, sebagai pasangan yang harus hidup serumah dengan perokok aktif, atau sebagai individu yang diam-diam juga berjuang untuk berhenti. Saat isu ini dibicarakan lintas sektor, suara dan pengalaman perempuan perlu ikut diperhitungkan. Bukan hanya karena mereka rentan terdampak, tapi karena banyak hal bermula dari ruang-ruang kecil yang mereka rawat setiap hari.