AIA Umumkan Dua Sekolah Indonesia Terbaik, Siap Melaju di Final Global AIA Healthiest Schools 2025

 

Ketika berbicara tentang sekolah sehat, pikiran kita mungkin langsung melayang pada citra kantin yang bersih, program senam pagi, atau poster-poster kampanye gizi seimbang yang edukatif. Gambaran itu memang tak salah. Namun, bagi ratusan institusi pendidikan di seluruh Indonesia yang ikut dalam kompetisi bergengsi AIA Healthiest Schools 2025, makna "sehat" telah dielevasi ke level yang lebih komprehensif. Definisi “sehat” jauh lebih luas dan menyentuh banyak sisi kehidupan di lingkungan belajar.

 

Kompetisi AIA Healthiest Schools 2025 sendiri merupakan program internasional yang diinisiasi oleh AIA Group untuk mendorong gaya hidup sehat di kalangan anak sekolah, mulai dari pendidikan dasar hingga menengah. Di Indonesia, program ini dijalankan oleh PT AIA Financial sebagai bagian dari komitmen mereka dalam membangun generasi yang lebih sehat secara fisik, mental, dan lingkungan.

 

Sekolah-sekolah yang berpartisipasi diminta merancang dan menjalankan proyek yang mendukung empat pilar utama, yakni makan sehat, gaya hidup aktif, kesehatan mental, serta lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Proyek-proyek ini dinilai berdasarkan inovasi, keterlibatan warga sekolah, dampak nyata, dan keberlanjutan.

 

Tak hanya sebagai ajang antar sekolah, program ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan AIA untuk mendorong kebiasaan hidup sehat sejak dini, terutama di tingkat dasar dan menengah. Dengan empat pilar utama yang meliputi makan sehat, gaya hidup aktif, kesehatan mental, serta lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, sekolah-sekolah diberi ruang untuk mengembangkan kegiatan yang relevan dengan kondisi dan budaya lokal masing-masing. 

 

Selain kompetisi sekolah sehat, AIA Healthiest Schools juga menyediakan berbagai materi pembelajaran yang fleksibel dan dapat diunduh secara gratis oleh para guru untuk mendukung penerapan gaya hidup sehat di ruang belajar dan di lingkungan sekolah. 

 

Tahun ini, kompetisi AIA Healthiest Schools melibatkan jajaran dewan juri yang berasal dari berbagai latar belakang, yaitu; Dr. Nia Nurhasanah (Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia), Kathryn Parapak (Chief Marketing Officer AIA Indonesia), dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, MPH (Dokter Anak & Co-Founder Tentang Anak), dan David Togatorop (Editor in Chief Majalah Bobo). 

 

Dari lebih dari 3.000 sekolah yang mendaftar dan 408 proyek yang dikirimkan, dua sekolah dari Indonesia terpilih sebagai pemenang nasional dan akan mewakili Indonesia di kompetisi tingkat internasional. Keduanya adalah UPTD SDN Papela dari Nusa Tenggara Timur dan SMP Negeri 43 Bandung dari Jawa Barat.

 

 

Menurut dr. Mesty Ariotedjo, juri nasional kompetisi ini, proyek yang dipilih bukan hanya dinilai dari sisi kreativitas atau keunikan idenya. Yang dicari adalah inisiatif yang lahir dari kebutuhan nyata di lingkungan sekolah atau komunitas sekitar, punya solusi yang jelas, dampaknya bisa diukur, dan melibatkan murid secara aktif dalam prosesnya. “Masalahnya bisa berbeda-beda, tidak harus sama satu sama lain, tapi harus fokus dan relevan. Kadang terlalu banyak ide justru membuat implementasinya membingungkan. Yang kami lihat adalah apakah proyek tersebut benar-benar menjawab permasalahan spesifik dan terlihat hasilnya,” jelas dr. Mesty.

 

Proyek Ecolitera: Membaca dan Mengelola Sampah

Di wilayah 3T, Kabupaten Rote Ndao, pulau paling selatan Indonesia, sebuah inovasi signifikan lahir dari Sekolah Dasar Negeri (SDN) Papela. Berangkat dari permasalahan sampah yang melimpah di lingkungan sekolah, dipicu oleh banyaknya jajanan dan pedagang di sekitar, SDN Papela berhasil mengembangkan program "Ecolitera: Mengolah Sampah Menjadi Cerita." Program ini bukan hanya mengatasi isu kebersihan, tetapi juga menjadi fondasi yang mengantarkan mereka meraih juara satu dalam sebuah kompetisi bergengsi.

 

Program "Ecolitera" didasarkan pada pemanfaatan sampah sebagai sumber daya edukatif. Salah satu pilarnya adalah Ecope, sebuah inisiatif di mana siswa dapat menukar sampah yang mereka bawa dengan alat tulis, dengan standar penukaran yang telah ditentukan. Hal ini secara langsung mengurangi volume sampah dan mendorong partisipasi aktif siswa. Cara unik lainnya adalah memanfaatkan sampah plastik sebagai media untuk meningkatkan literasi; siswa didorong untuk membaca informasi atau cerita yang terkait dengan sampah, secara tidak langsung menumbuhkan minat baca dan pemahaman.

 

Selain itu, SDN Papela juga berinovasi dengan mengolah sisa-sisa makanan menjadi ekoenzim dan pupuk. Bekerja sama dengan Dinas Pertanian setempat, mereka mengedukasi siswa tentang cara pengolahan ini. Pupuk yang dihasilkan kemudian dimanfaatkan untuk "Kebun Belajar" di sekolah, tempat siswa bersama-sama menanam berbagai jenis tanaman seperti cabai dan sayuran. Hal ini menciptakan siklus keberlanjutan yang mengajarkan tentang pengelolaan limbah dan pertanian secara praktis.

 

Melalui pendekatan yang holistik ini, SDN Papela Ecolitera tidak hanya sukses dalam mengatasi masalah sampah dan menciptakan lingkungan sekolah yang lebih bersih. Lebih dari itu, mereka berhasil menanamkan kesadaran lingkungan, meningkatkan literasi, dan membekali siswa dengan keterampilan hidup yang berharga. Inovasi sederhana namun berdampak besar inilah yang meyakinkan juri dan membuktikan bahwa solusi cerdas dapat lahir dari keterbatasan, bahkan dari pulau terpencil sekalipun.

 

Pendekatan ini ternyata membawa dampak yang cukup signifikan. Literasi siswa meningkat, dan kesadaran terhadap kebersihan lingkungan sekolah menjadi lebih kuat. Proyek ini juga memperlihatkan bahwa dengan pendekatan yang relevan secara budaya dan sosial, perubahan bisa dimulai bahkan di wilayah yang aksesnya terbatas.

 

Bejakeun: Sistem Pelaporan Perundungan oleh Sekolah

Sementara itu, di SMP Negeri 43 Bandung, fokusnya adalah menciptakan ruang belajar yang aman. SMP Negeri 43 Bandung patut berbangga. Mereka tidak hanya terpilih menjadi perwakilan Indonesia dalam kompetisi regional AIA Healthiest Schools 2025 di Vietnam, tetapi juga berhasil membawa pulang hadiah dalam bentuk sarana dan fasilitas sekolah. Penghargaan ini menjadi bukti komitmen sekolah dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat, berdaya, dan berkelanjutan.

 

Narasumber dari SMP Negeri 43 Bandung menjelaskan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari program unggulan mereka, "Safe and Happy." Proyek ini didasari oleh tingginya angka perundungan di sekolah, mengingat lokasi mereka di pusat Kota Bandung yang dikelilingi pasar tradisional, pasar modern, dan terminal. "Angka perundungan itu sangat tinggi," ungkap perwakilan sekolah, menyoroti kasus siswa yang sampai mogok sekolah akibat dirundung oleh teman. Kondisi ini mendorong sekolah untuk berupaya keras menurunkan angka perundungan, bahkan menargetkan "zero bully."

 

Berbagai program pembiasaan telah diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut, seperti tadarus Al-Qur'an setiap hari Selasa, Gerakan Magrib Mengaji Daring (Gemari) setiap Rabu malam Kamis, salat Duha, dan sesi ESQ setiap hari Rabu. Namun, salah satu inovasi terpenting adalah program ROTS (Recruitment of Trainers), di mana 24 siswa direkrut sebagai agen perubahan. Mereka dilatih melalui modul selama satu semester, dengan puncaknya adalah deklarasi anti-perundungan.

 

Sebagai pilar utama pencegahan dan penanganan kekerasan, guru SMP Negeri 43 Bandung, Bapak Ilham, mengembangkan aplikasi inovatif bernama "Bejakeun." Nama ini diambil dari bahasa Sunda yang berarti "laporkan," sekaligus akronim dari: Berani dan lawan tindakan bully, Jaga diri dan teman dari tindakan bully, Kenali dan laporkan apabila ada tindakan kekerasan, serta UNggah laporan. Aplikasi ini diunduh melalui Play Store, memudahkan siswa melaporkan kasus perundungan secara anonim jika enggan melapor langsung.

 

Fitur-fiturnya lengkap, mencakup informasi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK), SOP penanganan bully, dan kata-kata motivasi. Aplikasi "Bejakeun" bahkan telah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM sebagai kekayaan intelektual. Dampaknya sangat signifikan: "Angka perundungan terus menurun dari tahun ke tahun," tegas narasumber, meskipun target nol kasus belum sepenuhnya tercapai.

 

Pencapaian ini menjadi motivasi besar bagi SMP Negeri 43 Bandung. Setelah menjadi model Gerakan Sekolah Sehat oleh Kemendikbud sejak 2022-2023, dengan fokus pada sehat fisik, gizi, mental, dan lingkungan, dukungan dari AIA Indonesia semakin menguatkan komitmen mereka. Sekolah berharap dapat terus menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa, sebagai bagian integral untuk mewujudkan Indonesia Emas secara gemilang.

 

 

Menjangkau Daerah, Menguatkan Komunitas

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mendukung inisiatif ini karena selaras dengan upaya nasional untuk membentuk karakter siswa melalui program “7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.” Direktur SMP, Maulani Mega Hapsari, menyebut bahwa kehadiran program ini hingga ke daerah-daerah seperti Rote dan Belu memperlihatkan komitmen untuk menjangkau wilayah yang selama ini jarang terlibat dalam program serupa.

 

“Kami percaya, inisiatif ini punya peran penting dalam mendorong akses pendidikan sehat yang lebih merata dan inklusif. Kalau terus dijalankan bersama, ini bisa jadi langkah nyata menuju Pendidikan Bermutu untuk Semua, dan membawa kita lebih dekat ke cita-cita Generasi Emas 2045,” tegasnya.

 

Presiden Direktur AIA, Harsya Prasetyo, menambahkan bahwa tujuan utama dari program ini adalah menciptakan kebiasaan sehat yang bisa bertahan jangka panjang, dan memperkuat peran sekolah sebagai pusat tumbuhnya gaya hidup sehat sejak usia dini. 

 

“AIA Healthiest Schools bukan hanya kompetisi, tetapi gerakan kolektif untuk menciptakan perubahan nyata di lingkungan sekolah. Kami percaya bahwa langkah kecil yang diambil oleh para guru dan siswa hari ini akan membawa lompatan besar bagi masa depan Indonesia. Melalui inisiatif ini, AIA ingin menanamkan kebiasaan hidup sehat sejak dini dan memperkuat peran sekolah sebagai pusat pembentukan karakter dan gaya hidup sehat,” pungkasnya.

 

Sebagai bagian dari rangkaian global AIA Healthiest Schools, kedua sekolah pemenang dari Indonesia akan bersaing dengan perwakilan negara-negara lain di tingkat regional Asia Pasifik. Babak final akan digelar di Da Nang, Vietnam, pada Juli 2025 mendatang. Proyek yang mereka usung akan kembali dipresentasikan di hadapan panel juri internasional dengan fokus pada dampak nyata, keberlanjutan, dan potensi untuk direplikasi di wilayah lain.

 

Kompetisi ini tak hanya menjadi panggung inovasi bagi para pendidik dan siswa, tapi juga mencerminkan semangat kolaborasi lintas sektor dalam membangun lingkungan belajar yang lebih sehat. Dengan pendekatan yang menyentuh keseharian siswa, dari literasi hingga isu perundungan, inisiatif seperti AIA Healthiest Schools semakin relevan dalam merespons tantangan pendidikan masa kini.

 

Upaya AIA Indonesia ini pun sejalan dengan meningkatnya kesadaran publik terhadap pentingnya gaya hidup sehat sejak usia dini. Di tengah semakin banyaknya orang tua dan komunitas yang peduli terhadap kesehatan anak, dukungan terhadap program-program berbasis sekolah dinilai penting untuk menciptakan perubahan yang lebih luas dan berdampak jangka panjang. [AD | Foto: Dok. AIA]