Setelah dikenal sebagai platform penyelamat makanan dari sektor horeca, Surplus kini memperkenalkan Clearance Sale App, inovasi terbaru yang memperluas cakupan layanan di luar pangan. Platform recommerce ini menjadi ruang baru bagi produk tak terjual, stok berlebih, hingga barang dengan cacat minor agar tetap bernilai dan tak berakhir menjadi limbah.
Inisiatif ini diumumkan langsung oleh CEO Surplus, Agung Saputra, dalam peluncuran resmi yang turut dihadiri perwakilan dari Badan Pangan Nasional, Bappenas, dan IBCSD. Menurut Agung, transformasi ini menjawab kebutuhan ekonomi sekaligus isu lingkungan yang saling berkaitan. “Kami ingin memberi solusi belanja yang hemat dan ramah lingkungan. Di satu sisi masyarakat diuntungkan karena bisa mengakses produk berkualitas dengan harga terjangkau, di sisi lain para pelaku usaha bisa menekan potensi kerugian,” katanya.
Melalui pendekatan recommerce, Surplus telah menyelamatkan lebih dari 400.000 produk atau sekitar 10.000 ton barang dari potensi pembuangan. Dampaknya bukan hanya ekonomis, tapi juga ekologis: lebih dari 10 juta kg emisi CO2e berhasil ditekan, dan lebih dari satu juta pengguna telah terhubung dengan produk-produk ini lewat aplikasi.
Dalam peluncuran ini, Surplus juga mengenalkan kampanye #PastiDiskon Tanpa Syarat Hingga 80%. Kampanye ini bukan hanya strategi harga, tapi juga bagian dari komitmen untuk mengedukasi publik tentang konsumsi yang lebih bijak dan bertanggung jawab.
Sandiaga Uno, yang kini menjadi penasihat Surplus, menyampaikan bahwa platform ini lahir dari momentum krisis dan berkembang menjawab tantangan. Ia mengenang pertemuannya dengan Agung di masa pandemi, ketika sektor pariwisata dan restoran terpuruk akibat pembatasan sosial. “Waktu itu banyak makanan harus dibuang karena tidak ada lagi sistem buffet. Surplus datang membawa solusi konkret,” ucapnya.
Kini, ia melihat arah Surplus jauh lebih luas. “Inovasi ini menyentuh tiga titik krusial: people, planet, prosperity. Pertama, membuka lapangan kerja, lebih dari 50 green job bisa tercipta sejauh ini, dan bisa bertambah hingga 200 jika terus berkembang. Kedua, lingkungan. Karena tiap produk yang terserap berarti limbah yang dicegah. Dan ketiga, kesejahteraan. Karena produk berkualitas bisa diakses dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Menurutnya, pendekatan ini tak sekadar solusi bisnis, tapi bagian dari gerakan menuju konsumsi bertanggung jawab dan aksi iklim. Ia juga menargetkan agar Surplus bisa menjadi impact corporation pertama dari Indonesia yang melantai di bursa saham. “Inovasi itu tidak harus rumit. Yang penting bisa menyentuh kehidupan nyata dan memperkuat ekosistem lokal,” tambahnya.
Perluasan cakupan Surplus juga dirasakan langsung oleh para merchant dari berbagai sektor. COO Freshly Baked by Origin Bakery, Tania Wirjakusuma, menyebut bahwa food waste sudah menjadi tantangan rutin di bisnis bakery. “Dengan Surplus, stok yang tak habis bisa terserap oleh konsumen baru. Produk tetap terjaga kualitasnya, tapi tidak lagi terbuang,” katanya.
Sementara itu, National Head of Marketing & Merchandising Atria, Oktavianus Kusuma, menambahkan bahwa platform ini memberi jalur distribusi baru bagi produk clearance mereka. “Ini bukan hanya soal stok menumpuk, tapi soal pergeseran tren. Surplus membuka jalan agar produk yang masih layak tetap bisa digunakan, tanpa jadi beban inventaris.”
Beberapa mitra lain yang sudah bergabung antara lain JuLing (Juicible Keliling), Imperfashion, 23 Fragrance, Ultimate U, Kantong Plastik Berbahan Murni, hingga Dolarindo Money Changer. Ekosistem Surplus kini mencakup kategori yang semakin beragam, dari makanan, kebutuhan rumah tangga, hingga produk gaya hidup.
Dengan pencapaian sebagai startup pertama di Indonesia yang mengantongi sertifikasi B-Corp, Surplus menegaskan posisi uniknya di persimpangan antara inovasi, kepedulian sosial, dan keberlanjutan. “Kami ingin setiap transaksi membawa dampak. Bukan hanya bagi kantong pengguna, tapi juga bagi bumi,” tutup Agung.