Melihat Indonesia Lewat Mata Seniman di Pameran MR.D.I.Y. Art Competition 2025 Bertema Identitas dan Keberagaman

MR.D.I.Y. Indonesia Gelar Pameran Seni dari Ribuan Karya

 

Keberagaman selalu punya cara unik untuk diekspresikan, dan seni menjadi salah satu medium paling kuat untuk merayakannya. Ribuan seniman dari berbagai penjuru Indonesia menuangkan pandangan mereka tentang identitas dan keberagaman dalam sebuah kompetisi seni nasional yang digagas oleh MR.D.I.Y. Indonesia. Dari lebih dari 2.300 karya yang masuk, sejumlah karya terpilih kini dipamerkan di flagship store mereka di Lotte Mall Jakarta, terbuka untuk publik mulai 6 hingga 17 Agustus 2025.

 

“Respons dari masyarakat sungguh luar biasa. Jumlah karya yang masuk menunjukkan bahwa seniman kita memiliki semangat tinggi untuk berbicara tentang keberagaman dan identitas melalui medium yang jujur dan berani,” ujar Edwin Cheah, Direktur Utama MR.D.I.Y. Indonesia.

 

Pameran ini menampilkan hasil kurasi dari juri yang terdiri atas pelukis R.E. Hartanto, kurator Abigail Hakim, akademisi Mitha Budhyarto, serta Edwin Cheah. Mereka menilai berdasarkan kekuatan ide, eksekusi visual, dan narasi yang dibangun setiap seniman.

 

 

Juara utama kategori umum diraih oleh M. Aidi Yupri lewat karya Rakit Rekat Nusantara. Sementara Andita Purnama, peraih Judges’ Award, menampilkan “Babad Tanah Leluhur: Wasiat Bunga Kencana Wungu”, sebuah instalasi dari pita kaset usang dan simbol perempuan sebagai pelintas waktu. Karya ini tampil seperti artefak personal sekaligus sejarah kecil yang terlipat. Di sisi lain, Dona Prawita Arissuta dengan “We’ve Not Just Been Extremely Fortunate” mengolah metafora gunungan sebagai bentuk syukur yang sadar dan kritis atas keberagaman sosial yang kita jalani bersama.

 

Di kategori pelajar dan mahasiswa, karya “Upacara Imlek Versiku” dari Diandra Lamees tampil kuat melalui medium keramik, mencoba menafsir ulang relasi diri dengan identitas etnik yang sempat terasa asing. “Ada banyak pertanyaan personal yang saya coba jawab lewat tangan,” tulis Diandra dalam pernyataan karyanya. Adapun Raden Muhammad Taufik Hidayat, melalui “Penyambutan Semesta #2”, menghadirkan banjir informasi dan rasa bingung generasi muda sebagai ruang refleksi, sebuah quarter-life crisis yang disublimasi ke dalam karya yang tenang dan membeku.

 

 

“Saya melihat banyak karya yang sangat reflektif dan peka terhadap persoalan identitas. Mereka tak hanya membuat karya indah, tapi juga bicara dari hati,” kata R.E. Hartanto dalam sesi konferensi pers.

 

Kompetisi ini juga mendapat dukungan dari pengamat seni Tom Tandio dari IndoArtNow yang menilai langkah MR.D.I.Y. sebagai “langkah konkret dalam membuka ruang baru bagi praktik seni kontemporer Indonesia yang lebih inklusif.”

 

Setelah pameran di Jakarta, karya-karya pemenang juga akan mewakili Indonesia dalam ajang seni tingkat regional bersama seniman dari Thailand dan Malaysia. MR.D.I.Y. berharap program ini dapat terus berlanjut dan menjadi salah satu kontribusi nyata mereka dalam mendukung perkembangan seni di Indonesia. (Angie | Dok MR.D.I.Y)