Malam itu, ribuan penonton memenuhi Indonesia Arena, Senayan, dan larut dalam euforia yang jarang terjadi. Tepuk tangan panjang, sorak-sorai, hingga linangan air mata menyertai tirai penutup Pagelaran Sabang Merauke – The Indonesian Broadway 2025 bertema “Hikayat Nusantara”. Premiere Show yang digelar pada Jumat malam ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan sebuah perayaan besar kebudayaan Indonesia yang dikemas setara panggung dunia.
Malam pagelaran premiere show pada Jumat (22/8/2025) yang digarap iForte dan BCA ini menghadirkan sesuatu yang jauh lebih megah dari tahun sebelumnya. Panggung berukuran dua kali lipat dengan tata cahaya dramatis, visual sinematik, serta efek teatrikal spektakuler menciptakan pengalaman Broadway kolosal berjiwa Nusantara. Proses panjang telah ditempuh sejak akhir 2024: audisi, parade publik, hingga kompetisi tari nasional, yang melahirkan 351 penari, 60 musisi orkestra, puluhan penyanyi, serta tim kreatif berjumlah ratusan orang. Total lebih dari 1.500 seniman lintas generasi terlibat, menghasilkan lebih dari 31 lagu, ratusan koreografi baru, 800 kostum penari, dan 40 kostum khusus penyanyi.
Alur cerita dikemas melalui figur Punakawan: Bagong (Indra Bekti) dan Petruk (Risang Janur Wendo), ditemani Zee (Zahara Christie) sebagai simbol generasi muda, serta Kanastren (Sruti Respati), istri Semar yang memberi sentuhan emosional. Mereka menjadi pemandu penonton menelusuri hikayat rakyat dari Aceh hingga Papua, menyampaikan pesan bahwa budaya Nusantara menghadapi ancaman, namun juga punya kekuatan untuk terus hidup jika dijaga bersama.
Perjalanan dimulai dengan “Bungong Jeumpa” dari Aceh, dinyanyikan Yuyun Arfah, Gabriel Harvianto, dan Christine Tambunan. Suasana lalu bergeser ke Batak lewat “Butet” dan “Rambadia” yang syahdu, sebelum energi penonton bangkit oleh Yura Yunita bersama paduan suara anak TRCC lewat “Injit-Injit Semut” dari Jambi. Lampung membawa kejutan lewat Tari Tuping yang untuk pertama kalinya tampil di panggung Sabang Merauke, beriringan dengan “Pang Lipang Dang”.
Sorak bergemuruh saat “Gending Sriwijaya” berkumandang megah, diperkuat atraksi Barongsai kelas dunia dari Kong Ha Hong. Namun salah satu titik paling emosional justru hadir dari kisah Malin Kundang. Taufan Purbo sebagai Malin dan Mirabeth Sonia sebagai sang Ibu berhasil menghadirkan drama penuh haru ketika Malin memohon ampun. Ribuan pasang mata hening, banyak yang larut dalam tangis.
Dari tanah Sunda, legenda Si Tumang dihidupkan lewat “Manuk Dadali” yang dibawakan Roland Rogers. Puncak dramatik tercipta di Yogyakarta melalui kisah Mahadewi. Yura Yunita, terbang dengan sling di atas naga raksasa, menyanyikan “Mahadewi” bersama PADI Reborn. Efek teatrikal luar biasa itu memicu decak kagum dan membuat seluruh arena bergemuruh.
Perjalanan berlanjut ke timur Nusantara. Christine Tambunan dan Alsant Nababan mengajak penonton menari lewat “Lulo” dari Sulawesi Tenggara. Suasana riuh berlanjut di Maluku dengan “Ayo Mama” oleh Mirabeth Sonia dan Swain Mahisa, lalu kolaborasi “Hai Rame-Rame” bersama Roland Rogers yang membuat arena penuh sukacita. Bali menghadirkan nuansa mistis melalui “Tembang Calon Arang” oleh Pradnya Larasati, sementara Papua menutup dengan “Sajojo” yang enerjik, lengkap dengan atraksi marching band dan koreografi perang yang spektakuler.
Kesempurnaan pertunjukan ditopang detail artistik yang luar biasa. Kostum garapan Jember Fashion Carnaval, Priyo Oktaviano, Anggoro Kancil, dan 19 desainer lainnya, menampilkan aksesoris emas dan ornamen autentik khas daerah. Musik digarap sinematik oleh Elwin Hendrijanto, dipimpin Maestro Avip Priatna dengan Jakarta Concert Orchestra, Batavia Madrigal Singers, dan TRCC. Perpaduan instrumen tradisional-modern menyalakan emosi, membangun suasana, dan memperkuat alur cerita.
Kejutan lain datang dari seniman kontemporer Jepang, BUNTA iNOUE, yang menghadirkan aksi live painting di area instalasi. “Saya telah menyaksikan banyak pertunjukan dunia, namun PSM benar-benar istimewa. Perpaduan Broadway, Kabuki, dan hiburan India dalam jiwa Nusantara. Kehormatan besar bagi saya bisa menghadirkan karya sebagai simbol cinta dan perdamaian untuk Indonesia,” ungkapnya.
Panggung ditutup dengan seluruh seniman menyanyikan “Syukur”, dilanjutkan “Nusantara”, dan karya iForte “Inspirasi Diri x Lantunan Satu Bangsa” yang dibawakan Yura Yunita. Momen itu menjadi simbol persatuan, membawa seluruh penonton berdiri memberikan standing ovation.
Sutradara Rusmedie Agus tak menahan rasa harunya. “Pagelaran ini lahir dari proses panjang. Nilai asli budaya kami jaga, namun dikemas agar relevan untuk generasi muda. Melihat musik, tari, kostum, dan panggung berpadu sempurna adalah kebahagiaan tak ternilai,” ujarnya.
Direktur BCA Antonius Widodo menambahkan, “Keanekaragaman budaya ini hanya dimiliki Indonesia. Seni punya kekuatan menyatukan bangsa. Melalui Bakti Budaya BCA, kami konsisten mendukung seniman dan pelestarian budaya Nusantara.”
CEO & President Director iForte & Protelindo Group, Ferdinandus Aming Santoso, pun bangga, “Antusiasme penonton membuktikan seni Indonesia tetap relevan lintas generasi. Pagelaran ini bukan sekadar hiburan, tapi kebanggaan nasional lahir dari gotong royong.”
Pagelaran Sabang Merauke – The Indonesian Broadway 2025 akan kembali tampil pada 23–24 Agustus dengan empat pertunjukan tambahan. Melalui “Hikayat Nusantara”, Indonesia membuktikan seni pertunjukan kita mampu berdiri sejajar panggung dunia, karena #HanyaIndonesiaYangPunya. (Ali | Foto Dok. Pagelaran Sabang Merauke)