Mindful Leadership Style

Budiman Goh, COO Enesis Group

Virus Covid-19 yang muncul pada akhir tahun lalu di Wuhan berubah menjadi pandemi dalam waktu singkat, tak terkecuali di Indonesia. Kebutuhan konsumen akan produk yang memberikan perlindungan diri melonjak drastis, mulai dari masker, hand sanitizer, sampai disinfektan. Beberapa bahkan sempat sulit didapat, akibat tingginya permintaan. Saat perusahaan lain mengalami kemunduran atau stagnasi di tengah pandemi, Enesis Group menjadi salah satu perusahaan yang menuai keuntungan.

 

Grup yang berdiri di Indonesia sejak tahun 1988 tersebut telah melahirkan 11 brand yang terdiri dari produk-produk household & personal care (non-food), seperti Soffell, Kispray, Antis, ForceMagic, dan Plossa Press serta Soothe Aromatics. Selain itu, juga ada produk ready to drink dan suplemen makanan (food), di antaranya Adem Sari, Adem Sari Ching Ku, Vegeta, Proman, Coolant, Tesona, dan Scrubber.

 

Pencapaian itu tentunya tidak terlepas dari peranan Budiman Goh, chief operating officer Enesis Group. Pria bersahaja ini bukanlah sosok baru di dunia Fast Moving Consumer Good (FMCG). Kiprahnya selama 20 tahun diawali dengan menjadi kepala pemasaran Garuda Food. Beralih ke perusahaan produsen Antis, dia berhasil melakukan beberapa perubahan. Di antaranya adalah optimalisasi kinerja operasional dengan mengimplementasikan SAP S/4HANA, yaitu rangkaian bisnis Enterprise Resources Planning (ERP) yang didasarkan pada basis data dalam memori. Dengan demikian, perusahaan dimungkinkan untuk melakukan transaksi dan menganalisis data bisnis secara real-time

 

 

 

PERKEMBANGAN BISNIS NORMAL BARU

 

Sebagai pemegang izin Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Enesis Group tetap beroperasi pada saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), karena produknya merupakan kebutuhan esensial. “Karena ada izin PKRT, kami tidak boleh tidak produksi. Tapi kami juga mengikuti aturan 50% jumlah karyawan yang masuk sesuai protokol kesehatan. Di pabrik bahkan ada aturan break setiap dua jam sekali untuk cuci tangan dan sterilisasi area kerja,” ungkap Budiman mengenai kondisi pekerja di tempatnya. Perusahaan juga menyediakan kendaraan untuk transportasi ketika kendaraan umum dihentikan beroprasi selama PSBB. Keamanan menjadi perhatian penting bagi pekerja di lapangan, seperti tim sales yang tetap bekerja.

 

Dia mengakui kondisi saat ini tidak terbayangkan sama sekali, namun perusahaan telah melakukan perbaikan-perbaikan terutama di sektor distribusi. Jika beberapa tahun lalu, produk-produk Enesis jarang diperoleh di apotik maupun toko obat, sekarang coverage mencapai 70-80%. Pengembangan-pengembangan chanel baru juga terus diupayakan, misalnya melalui e-commerce. Pada Februari silam, penjualan hand sanitizer Antis dapat mencapai 7200 transaksi per harinya.

 

“Kami cukup mulai agresif di channel-channel baru, termasuk sekarang menyongsong new normal membangun business to business (B2B). Kami mempunyai tim B2B yang mendatangi kantor-kantor untuk menawarkan hand sanitizer dalam jerigen. Selain lebih hemat, juga ramah lingkungan, karena mengurangi penggunaan plastik kemasan,” ujar pria lulusan ITB ini bersemangat.

 

Peluncuran produk-produk baru tetap dilakukan, meskipun tanpa kemeriahan seperti biasanya. Penetrasi ke pasar luar negeri pun mulai membuahkan hasil. “Sejauh ini kami memiliki kantor representatif di beberapa negara. Asia tenggara menjadi market pertama, tapi perusahaan sangat serius untuk membuka market di US, setelah Cina,” katanya lebih lanjut.

 

HIDUP SEIMBANG

 

Budiman mengungkapkan bahwa gayanya dalam memimpin menitikberatkan pada mindful leadership. Sesuatu yang diterapkan, diteliti, dan ditulisnya sejak lama. “Mau di mana saja, style itu tetap sama. Jangan suruh orang melakukan apa yang kamu sendiri tidak mau lakukan. Hindari meminta orang agar humble kalau kamu sendiri tidak demikian. Praktikkan sendiri. Manajemen harus begitu,” tuturnya sambil tersenyum.

 

Begitu pula dalam mengambil keputusan penting. Dia mempunyai dua prinsip. Pertama, jangan libatkan personal emotion. Dia mengatakan, “Be objective. Terkadang kalau kita bergaul terlalu dekat dengan si A, si B, si C, ketika ada persoalan akan jadi susah objektif. Mudahnya begini, ketika jaraknya cukup kita bisa membaca, terlalu dekat atau terlalu jauh tulisan pasti jadi tidak terbaca.”

 

Prinsip kedua, take your responsibility. Dia menganggap bahwa setiap keputusan itu harus ditentukan berdasarkan kepentingan perusahaan, bukan pribadi. Pilih yang paling menimbulkan sedikit kerusakan demi menyelamatkan perusahaan. Dan itu hanya bisa diambil ketika kita mindful, tidak dipengaruhi emosi.

 

 

Lebih jauh lagi, pria kelahiran Medan ini mengatakan perlunya hidup seimbang, seperti yin dan yang dalam ajaran Tao. Di tengah kesibukannya dia selalu menyediakan waktu agar dapat memiliki silent moment, untuk bermeditasi. Hal ini penting baginya, karena kalau tidak pikiran akan jadi stres dengan besarnya tekanan pekerjaan. Apalagi, perusahaan sedang mempersiapkan untuk meluncurkan IPO.

 

Menurutnya kesimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa itu sangat penting. Tidak mungkin jiwa akan sehat, jika tubuhnya tidak sehat. Kontemplasi saja tanpa badan bergerak dan berolahraga tidak mungkin bisa sehat atau balance. Jadi balance itu harus spiritually balance, mindfully balance, dan body juga harus fit.

 

Sebelum menutup perbincangan dengan Women’s Obsession, pria yang mengaku sebagai IT geek ini mengutarakan bahwa dia hanya menjalani hidup seperti air mengalir. Dia tidak pernah merencanakan akan bekerja di mana, sampai berapa lama, dan kapan akan pindah. “Ketika kita berada di satu tempat, berarti kita memang dibutuhkan. Nanti ada saatnya kita tidak dibutuhkan lagi di sana. Carilah tempat yang membutuhkan. Do your best for your community, for everyone,” tambahnya.