Tradisi Untuk Anak-anak Perempuan

Di berbagai negara di dunia, cukup banyak festival yang digelar khusus untuk anak-anak. Salah satunya dapat ditemukan di Negeri Sakura. Hinamatsuri atau Festival Boneka diadakan untuk mendoakan kesehatan, tumbuh kembang, dan kebahagiaan anak-anak perempuan di keluarga mereka. Dikhususkan untuk anak perempuan, tidak semua keluarga menggelarnya. Hanya keluarga yang memiliki anak perempuan saja yang melakukan tradisi tahunan ini.

 

Sebelum kalender Gregorian digunakan di Jepang, festival ini dirayakan setiap hari ketiga bulan tiga menurut kalender Lunisolar. Menurut kalender tersebut, hari ke-tiga di bulan tiga disebut dengan momo no sekku (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya bunga persik. Sejak kalender Gregorian digunakan, perayaannya tetap pada tanggal dan bulan yang sama, yakni 3 Maret  setiap tahunnya. Pada awal kemunculannya zaman Heian atau sekitar abad ke-8, tradisi ini dikenal dengan nama hina asobi (bermain boneka putri). Hina asobi melibatkan beberapa boneka seperti boneka kaisar, permaisuri, pelayan, hingga pemain musik yang mengenakan pakaian tradisional.

 

Sebutan hinamatsuri mulai berubah di zaman Edo seiring dengan meluasnya perayaan ini di kalangan masyarakat. Tradisi hinamatsuri ini menggunakan boneka sebagai sarana. Sebab, masyarakat setempat percaya bahwa boneka dapat menyerap kekuatan jahat atau roh-roh jahat ke dalam tubuhnya untuk melindungi sang pemilik. Boneka-boneka yang digunakan dalam acara ini merupakan pemberian dari orang tua dan sanak saudara. Sebab, umumnya orang tua dan keluarga akan berlomba memberikan boneka terbaik untuk anak perempuan mereka. Hal ini agar sang anak terhindar dari malapetaka.

 

Nantinya boneka-boneka tersebut dipajang berundak-undak dan disusun sesuai tingkatannya. Paling sedikit satu keluarga akan memasang lima hingga tujuh undakan. Di tingkat paling atas diletakkan boneka kaisar dan permaisuri. Obinna (kaisar) dilengkapi dengan tongkat ritual dan mebina (permaisuri) memegang kipas tradisional. Di bagian kedua dipasangkan boneka pembantu (san-nin kanjo) yang berfungsi memberikan sake kepada obinna dan mebina. Boneka tersebut biasanya berpose berdiri dengan memegang peralatan saji yang berbeda.

 

Di baris selanjutnya ada jajaran musisi yang disebut gonin bayashi memegang berbagai alat musik. Di bawahnya ada dua perdana menteri dipersenjatai lengkap dengan panah dan busur. Tidak jauh berbeda dengan baris keempat, tingkat kelima juga diisi oleh tokoh-tokoh yang bersifat sebagai pelindung permaisuri dan kaisar. Selain boneka dan peroperti pendukung, setiap undakan dihias dengan berbagai pernak-pernik, seperti gerobak sapi, lampu kertas (bonbori), serta pohon jeruk dan persik. Ada pula berbagai persembahan tradisional, seperti kerupuk beras warna- warni (arare), sake, dan kue beras ketan berlapis (hishi mochi ).

 

 Pemasangan boneka-boneka ini dilakukan selama satu bulan. Umumnya para orang tua akan mulai merias dan memasang perbagai perlengkapan pada awal Februari hingga 3 Maret. Setelah acara berlangsung, boneka-boneka tersebut harus segera dibereskan. Masyakat setempat percaya apabila tidak segera dibereskan akan berpengaruh pada prosesi pernikahan sang anak perempuan kelak. Umumnya, boneka akan diletakkan di sebuah sampan berukuran kecil dan dihanyutkan di sungai. Mereka percaya boneka yang dilepaskan di sungai akan membawa serta nasib buruk