Goresan Seni Ipong Purnama Sidhi

Ipong Purnama Sidhi berpulang pada 9 November 2021 dalam usia 66 tahun. Seniman kelahiran Yogyakarta tahun 1955 tersebut dikenal pula sebagai pelukis, pegrafis, ilustrator, juga penulis seni rupa. Dia pernah menjabat Kepala Bentara Budaya Jakarta dan menyelesaikan studi seni rupa di Jurusan Seni Lukis, Sekolah Tinggi Seni Rupa ASRI (sekarang Institut Seni Indonesia ISI) Yogyakarta, di tahun 1981.

 

Ipong kemudian memulai karier sebagai desainer buku di penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU) tahun 1982 hingga 1990. Salah satu karya ilustrasinya yang paling dikenal, yakni sampul buku Chairil Anwar: Aku Ini Binatang Jalang (GPU).

 

Memaknai 100 Hari ‘perginya’ sang seniman sekaligus kurator Bentara Budaya ini, belum lama silam diselenggarakan sebuah pameran bertajuk ‘Garis garis Ipong Purnama Sidhi’ dengan acara pembukaan dilakukan secara virtual melalui kanal Youtube Bentara Budaya.

 

“Garis-garis kreasinya akan membawa kita untuk mengenang kembali sosok Ipong dengan banyak karya seni yang digoreskannya, sekaligus membawa penikmat menyelami kembali akan talenta berkesenian yang dimiliki, “ ungkap Ika W Burhan, Kepala Bidang Event Production Bentara Budaya.

 

Tahun 1990-1995 Ipong sempat menjadi ilustrator tetap setiap cerpen yang dimuat di Kompas Minggu. Pameran kali ini akan menghadirkan sejumlah lukisan terpilih Ipong yang dicipta pada periode tahun 2000-an, termasuk sketsa-sketsanya untuk cerpen.

 

Termasuk karya-karya grafis yang sempat dibuatnya sewaktu residensi di Konsthogskolan (Royal University) di Stockholm, Swedia (1966). Tidak ketinggalan, dipamerkan pula beberapa kreasi lukis di atas keramik karya Ipong berkolaborasi dengan putrinya yang juga seniman keramik, Sekar Puti Sidhiawati.

 

Baca Juga:

Infusions into Contemporary Art

Suara Para Sekutu

 

Secara khusus, ditayangkan pula sebuah video yang merangkum perjalanan kekaryaannya dipadukan dengan dokumentasi proses ciptanya selama ini. Berikut komentar atau testimoni dari para sahabat tentang sosok dan karya perupa yang sempat meraih penghargaan pada Kompetisi Seni Lukis Remaja Internasional pada Olimpiade Muenchen, Jerman Barat (1972). Kurator Bentara Budaya, Efix Mulyadi, dalam tulisannya menyebutkan, penerimaan masyarakat seni terhadap Ipong yang sedemikian rupa bukan semata karena pencapaian pribadinya di dalam olah seni, melainkan lebih karena pembawaannya.

 

Sedini masa SMP Ipong telah bersentuhan dengan karya-karya seniman seperti tokoh ekspresionis Jerman, Emil Nolde, atau seniman grafis sekaligus pematung ekspresif, Kathe Kollwitz. Dia amat menggemari karya-karya Jackson Pollok, Arshile Gorky dan William de Kooning. Kemudian terinspirasi karya-karya naif kelompok Art Brut dan Cobra, terutama Jean Dubuffet, Karel Appel, dan Asger John.

 

Tidak heran, penulis seni rupa asal Perancis, Jean Couteau, mengungkapkan bahwa fitur-fitur dalam karya Ipong secara bersamaan tampak disimplifikasi. Sekaligus dibesar-besarkan dengan gaya yang populer ditemukan dalam lukisan ekspresionisme Jerman untuk menekankan dorongan ekspresif mereka.

 

Sepanjang karier berkeseniannya, suami Sri Heriyati Kusuma ini juga meraih penghargaan Sketsa dan Cat Air Terbaik dari ASRI Yogyakarta semasa menjadi mahasiswa (1975), dan tujuh penghargaan untuk desain buku terbaik dari Ikatan Penerbit Indonesia (1983-1989). Ayah dari tiga putri ini juga kerap diundang sebagai pembicara pada beberapa seminar seni rupa. Lalu, menjadi juri kompetisi seni rupa seperti Philip Morris Art Award (1996), Pekan Seni Mahasiswa Nasional (2006, 2008, 2010), dan Juri Lomba lukis Eniki yang diadakan oleh Depdikbud.