Kecintaan Raden Ayu Lasminingrat Terhadap Dunia Pendidikan Diperingati Google Doodle

Dalam rangka merayakan hari ulang tahun Raden Ayu Lasminingrat, Google menjadikan salah satu tokoh penting di Tanah Air ini sebagai Google Doodle hari ini, Rabu (29/3). Perempuan yang lahir di Garut, Jawa Barat, ini merupakan anak dari pasangan Raden Ayu Ria dan Raden Haji Muhamad Musa.

 

Hidup di masa-masa pendidikan masih sulit didapatkan, Lasminingrat harus berpisah dari keluarganya untuk belajar membaca, menulis, dan mempelajari bahasa Belanda. Dia belajar di bawah asuhan pria berkebangsaan Belanda, Levyson Norman, yang merupakan teman ayahnya.

 

 

Baca Juga:

Kolaborasi inDrive dengan Seniman Lokal Indonesia Inisiasi #SentuhanManusia

Merawat Rambut Berhijab Agar Tetap Sehat dan Tidak Rontok

 

 

Meski harus jauh dari keluarga, namun Lasminingrat berhasil menjadi perempuan Indonesia pertama yang fasih membaca dan menulis bahasa Belanda pada masanya. Tidak hanya itu, dia juga mahir berbicara menggunakan bahasa Negeri Kincir Angin tersebut.

 

Berbekal kemampuan tersebut, perempuan yang lahir 169 tahun silam tepatnya pada 29 Maret 1854 ini kemudian menggunakan keahliannya untuk mengadaptasi dongeng-dongeng Eropa ke dalam bahasa Sunda. Dia melakukannya di bawah bimbingan sang ayah yang merupakan tokoh seorang pelopor sastra cetak dan cendekiawan Sunda.

 

 

 

 

Pada tahun 1879, Lasminingrat mendidik anak-anak melalui buku bacaan berbahasa Sunda, pendidikan moral, agama, ilmu alam, psikologi dasar, hingga ilmu sosiologi. Salah satu buku yang diciptakan adalah Tjarita Erman yang merupakan hasil terjemahan dari karya Christoph von Schmid.

 

Setelah menikah dengan Bupati Garut, yakni Raden Adipati Aria Wiratanudatar VII, fokus Lasminingrat tidak hanya pada menerjemahkan buku-buku, tapi semakin berkembang ke bidang pendidikan bagi kaum perempuan Sunda. Keinginannya kemudian diwujudkan pada tahun 1907, ketika Lasminingrat akhirnya mendirikan ’Sakola Kautamaan Istri’ di Ruang Gamelan, Pendopo Garut.

 

Seiring berjalannya waktu, sekolah tersebut kian berkembang hingga memiliki siswa sebanyak 200 orang. Diakui oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1911, sekolah tersebut akhirnya mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Hindia Belanda pada 1913 melalui akta nomor 12 tertanggal 12 Februari 1913 dan pindah ke Jalan Ranggalawe. Tidak sampai disitu, cabang-cabang lain dari sekolah ini akhirnya dibuka di daerah-daerah lain seperti Wetan Garut, Cikajang, dan Bayongbong.

 

Memiliki semangat dan kecintaan yang luar biasa terhadap dunia pendidikan khususnya bagi perempuan, Lasminingrat masih aktif bergelut untuk sekolah-sekolah miliknya bahkan hingga usia 80 tahun. Dengan kegigihan yang tidak pernah padam, dia harus menghembuskan nafas terakhirnya pada 10 April 1948 di usia 94 tahun.