Ada yang memilih fokus di satu bidang, tapi ada juga yang justru menemukan makna dari menjelajah banyak peran sekaligus. Semuanya dijalani bukan sekadar demi ambisi, tapi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap diri dan sekitar.
Tidak semua orang berani menjejak banyak bidang sekaligus, apalagi menjalaninya dengan percaya diri. Namun, Uti Rahardjo menjadikan keragaman peran sebagai bagian alami dari hidupnya. Dia bukan hanya seorang psikolog, tapi juga pelaku bisnis, dan ahli komunikasi pemasaran. Perjalanan panjangnya menunjukkan bahwa perempuan bisa masuk ke banyak medan tanpa kehilangan arah, asalkan tahu cara menjaga keseimbangan. “Sekarang ini perempuan mempunyai peluang yang jauh lebih besar untuk duduk di posisi strategis,” ungkap Uti saat berbincang dengan Women’s Obsession.
Menurutnya, perempuan justru mempunyai kualitas unik yang tidak selalu dimiliki laki-laki. Dalam pengambilan keputusan, perempuan cenderung lebih telaten, lebih sabar, dan fokus pada proses. Kemampuan ini menjadi kekuatan yang sering tak terlihat, tapi sangat menentukan dalam keberhasilan organisasi maupun bisnis. Dari semua bidang yang digeluti, pendekatan yang digunakan Uti tetap konsisten, menyatu antara logika dan rasa. Saat harus mengambil keputusan sulit dalam bisnis, dia selalu memulai dengan menghitung skenario terburuk atau worst case terlebih dahulu. “Kalau yang paling jelek itu bisa saya atasi, berarti sisanya adalah bonus,” ujar lulusan Psikologi UI ini. Prinsip tersebut menurutnya bukan pesimis, melainkan bentuk tanggung jawab mempertimbangkan risiko secara menyeluruh.
Menghadapi dunia yang kian kompleks, Uti juga percaya bahwa resiliensi adalah kunci. “Kita tidak bisa terus lari dari masalah. Harus dihadapi, dipelajari, dan dicari solusinya dengan cara kreatif. Karena problem sekarang itu variabelnya banyak, eskalasinya tinggi, dan kita butuh keseimbangan body, mind, and soul. Kalau kita tidak selesai dengan diri kita sendiri, kita tidak akan bisa menghadapi tantangan dari luar,” tuturnya.
Berbicara soal teknologi, Uti menyebut bahwa inilah tantangan baru karena teknologi bisa menjadi alat bantu yang luar biasa, tapi juga bisa berbahaya kalau tidak digunakan secara bijak. “Teknologi itu mempunyai dua mata pisau. Bisa menjadi tools, tapi juga dapat membuat kita terjebak, kalau tidak dikendalikan,” katanya. Kemampuan berpikir kritis pun menjadi penting, agar tidak mudah terseret arus informasi tanpa verifikasi.
Tak hanya soal strategi dan prinsip hidup, dia juga peduli pada pembentukan karakter generasi muda. Uti kerap prihatin dengan budaya instan yang kini marak. Anak muda perlu menghargai proses dan menyadari bahwa pencapaian membutuhkan waktu, dedikasi, dan spiritualitas. “Kenali panggilan kita. Kalau kita diberi tanggung jawab besar, berarti kita mampu. Tinggal bagaimana menyikapinya dengan rendah hati dan menjalankan dengan sungguh-sungguh,” ujar sosok yang menjabat sebagai Ketua Bidang Budaya di Perempuan Pemimpin Indonesia, termasuk merintis podcast Winning Women Inspiration, dan telah menulis buku berjudul "Kreatif Berbisnis Kreatif, 21 Tahun Merawat Bisnis Kreatif".
Meskipun banyak kesibukan, Uti tetap merawat kecintaannya pada warisan budaya lewat batik. Dia memiliki brand batik keluarga yang tidak hanya dijadikan usaha, tetapi juga medium menyampaikan pesan. “Batik itu bahasa dan saya ingin ikut menjaga bahasanya tetap hidup,” kata perempuan yang terlibat dalam pemilihan motif hingga narasi koleksi.
Saat menyinggung sosok Kartini, semangatnya pun menguat. Baginya, visi Kartini relevan sekali di era kini, semua orang bisa menjadi penyebar gagasan. Dia melanjutkan, “Kartini dulu hanya memiliki surat. Tapi dia tahu, kalau bukan dia yang mulai, siapa lagi? Sekarang kita punya teknologi. Jadi, yang kita sebarkan seharusnya hal-hal baik.”
Mewakili semangat perempuan masa kini, Uti menunjukkan bahwa perempuan harus bisa rely on herself dan memiliki kemandirian. Perempuan bisa menjalani berbagai peran sekaligus, tanpa kehilangan arah, asalkan tetap berpegang pada prinsip, keseimbangan diri dan niat yang benar.
Naskah: Angie Diyya | Foto: Atiek Hendriyanti | Digital Imaging: Fikar Azmy
Baca selengkapnya di e-magazine Women´s Obsession edisi 124