UMKM menjadi denyut nadi ekonomi di banyak daerah, memberi peluang bagi siapa pun untuk berkembang tanpa memandang latar belakang. Namun, bagi sebagian perempuan dan individu disabilitas, jalan menuju kemandirian usaha sering kali penuh rintangan, dari stigma hingga minimnya akses pendampingan. Di tengah tantangan itu, Alunjiva Indonesia menghadirkan program SheAblepreneur sebagai ruang belajar dan bertumbuh bersama.
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari program SheAblepreneur yang sejak Juni lalu dirancang untuk membangun ekosistem UMKM yang lebih inklusif. Setelah seluruh peserta mengikuti pelatihan daring pada Juli, sesi luring pertama digelar untuk 25 peserta dari Jabodetabek. Pelatihan serupa akan dilaksanakan di Bandung dan Yogyakarta pada pekan-pekan berikutnya. Program ini mendapat dukungan dari Komnas Disabilitas RI dan Unilever Indonesia, dengan materi yang difokuskan pada peningkatan kapasitas usaha, manajemen tim, serta strategi pemasaran yang relevan.
Peringatan Hari UMKM Nasional setiap 12 Agustus menjadi pengingat peran vital UMKM sebagai penggerak ekonomi sekaligus ajakan untuk membuka akses seluas mungkin bagi semua pelaku usaha. Di lapangan, kelompok perempuan dan individu disabilitas masih kerap menghadapi hambatan, mulai dari stereotip kurang fokus hingga stigma tidak produktif. Bahkan, ketika usaha telah berjalan, keterbatasan akses pada mentor, jejaring, dan modal kerap menghambat perkembangan bisnis mereka.
“Program SheAblepreneur berupaya menjadi bagian dari solusi. Kami ingin memberikan ruang di mana perempuan dan individu dengan disabilitas ‘diizinkan’ untuk bermimpi, bergerak lebih jauh, dan membuat perubahan nyata,” ujar Nicky Clara, Founder Alunjiva Indonesia. Ia menambahkan, inisiatif ini dirancang untuk membantu pelaku usaha perempuan, termasuk yang memiliki disabilitas, mengembangkan bisnis yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berdampak sosial.
Seleksi awal menjaring 182 pendaftar dari tiga kota, yang kemudian dipilih 75 peserta untuk mendapatkan pendampingan intensif. Pelatihan daring sebelumnya mencakup empat modul utama, yakni pengembangan bisnis dan Business Model Canvas, pemanfaatan media digital, literasi keuangan, dan pengenalan teknologi AI. Dari sesi tersebut, teridentifikasi tantangan yang kerap muncul, seperti pembagian peran dalam tim, komunikasi internal, hingga strategi memperluas jangkauan pasar.
Pelatihan luring tahap lanjutan kini mengadopsi metode design thinking untuk membantu peserta mengatasi hambatan tersebut. Harapannya, mereka mampu merancang strategi manajemen tim yang efektif, menyusun rencana pemasaran yang kreatif, serta menyiapkan rencana aksi jangka pendek dan panjang.
Kristy Nelwan, Head of Communication sekaligus Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia, menyebut dukungan pihaknya selaras dengan misi menciptakan dunia usaha yang adil, beragam, dan inklusif. “Kami percaya wawasan yang dibagikan langsung oleh tim brand dan HR dapat menjadi bekal nyata bagi peserta untuk memulai maupun mengembangkan usaha, sekaligus menepis stigma yang sering mereka hadapi,” ungkapnya.
Pelatihan di Bandung dan Yogyakarta akan dilanjutkan pada Agustus, bersamaan dengan program magang selama satu bulan bagi peserta perempuan disabilitas di sejumlah UMKM terpilih. “Semoga seluruh rangkaian SheAblepreneur menjadi katalis pembangunan ekosistem UMKM yang adil dan berkelanjutan,” tutup Nicky. (Angie | Dok. Alunjiva)