Indonesian Joining Forces: 51,3% Kekerasan terhadap Anak Disabilitas Terjadi di Ruang Publik

Kekerasan terhadap anak dengan disabilitas masih tinggi. Sebanyak 9 dari 10 orang dekat anak dengan disabilitas menyatakan pernah menyaksikan kekerasan terhadap anak dengan disabilitas. Hal ini disampaikan dalam peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang digagas oleh Indonesia Joining Forces (IJF), sebuah konsorsium beranggotakan 6 organisasi yang berfokus kepada anak (09-08-2025).

 

Dalam perhelatan bertajuk “Temu Anak Indonesia 2025: Inklusif, Penuh Makna, dan Riang Gembira” di sebuah hotel di bilangan Jakarta Pusat ini salah satunya mengungkapkan hasil survei kuantitatif dan studi kualitatif oleh anggota Forum Anak IJF mengenai pengalaman kekerasan terhadap anak dengan disabilitas. Perwakilan anak juga memaparkan suara dan rekomendasi mereka terhadap Strategi Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak, baik di tingkat nasional maupun regional ASEAN.

 

 

Lebih dari 80 anak dari berbagai wilayah di Indonesia, termasuk anak dengan penyandang disabilitas dan perwakilan dari Forum Anak Indonesia, komunitas disabilitas serta sekolah luar biasa (SLB) hadir dalam acara ini. Selain anggota konsorsium, yaitu ChildFund International di Indonesia, Plan Indonesia, Save the Children Indonesia, SOS Children’s Villages, Terre des Hommes Germany yang terafiliasi dengan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak serta Wahana Visi Indonesia. Hadir juga para pemangku kepentingan dari kementerian, lembaga negara dan organisasi masyarakat sipil yang bekerja untuk pemenuhan hak anak.

 

“Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk menegaskan kembali komitmen bersama dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan bagi seluruh anak. Sebagai konsorsium organisasi fokus anak, IJF terus mengedepankan dorongan dan dukungan terhadap Pemerintah terutama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mempromosikan upaya menghentikan kekerasan pada anak,” ujar Angelina Theodora selaku Ketua Komite IJF periode 2024-2025 dan juga Direktur Nasional Wahana Visi Indonesia dalam sambutannya.

 

 

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa inklusif bagi IJF bukan sekadar slogan. Melalui peringatan HAN ini, IJF berupaya untuk secara nyata menghadirkan perspektif langsung dari anak-anak dengan disabilitas, serta orang-orang yang dekat dengan mereka. Hasil kajian juga menyebutkan bahwa kekerasan dalam bentuk verbal dan psikis/emosi adalah bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak dengan disabilitas. Sementara, 3 dari 10 anak dengan disabilitas menyatakan pernah mengalami bahaya atau kekerasan.

 

Menanggapi temuan ini, Susanti, S.Sos., M.AP, Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak mengatakan bahwa setiap anak, termasuk anak penyandang disabilitas, memiliki hak untuk tumbuh optimal, berpendapat dan diperlakukan dengan adil. Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi fenomena gunung es sehingga menjadi pekerjaan rumah bersama untuk memastikan perlindungan mereka. “Anak adalah sumber daya manusia yang sangat potensial yang harus kita jaga dan lindungi dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya,” tukasnya. (Elly | Dok. ChildFund International)