Keramahan dan Kemeriahan Kampung Melo

Terdapat di Kecamatan Sanonggoang, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Kampung Melo menawarkan keindahan suasana pedesaan. Tak hanya itu, kampung ini pun kaya akan berbagai seni tradisional Flores.

Kampung Melo adalah sebuah desa adat yang terletak di Desa Liang Ndara, berjarak 40 kilometer dari Labuan Bajo. Jika dicapai dengan menggunakan kendaraan, perjalanan akan menghabiskan waktu sekitar 45 menit. Meskipun letaknya berada di atas bukit,  keadaan jalannya sudah mulus, jadi memudahkan kita untuk berkunjung ke sana.

Berada di ketinggian 624 meter di atas permukaan laut, suhu terendahnya berkisar antara 10-20 derajat Celcius. Anda pun tidak perlu khawatir akan terlalu kedinginan. Namun, tidak ada salahnya menyiapkan jaket untuk menghangatkan tubuh agar dapat menikmati Kampung Melo dengan pemandangan lembah nan indah dan memesona.

Selain mempunyai denah yang unik, Kampung Melo mempunyai Pa’ang atau pintu masuk khusus. Setelah melewatinya kita akan melihat pelataran desa yang sangat luas. Untuk wisatawan lokal atau mancanegara yang mengunjungi Kampung Melo akan disambut oleh ketua adat dengan diberi selendang cantik. Selain itu, juga akan diberi sopi dan pinang sirih sebagai bentuk upacara selamat datang. Penyambutan ini merupakan salah satu upaya menjaga adat Manggarai Barat.  

Setelah menjamu dan mendoakan para tamu yang datang, ketua adat akan mengajak pengunjung ke sebuah rumah utama di tengah kampung yang bernama Rumah Gendang. Berbagai penampilan seni khas Kampung Melo pun dipersiapkan, salah satunya pertunjukan Tari Caci.

Dok. Pesona Travel

Sepasang penari Caci sedang beraksi. (Foto: Dok. pesona.travel)

Tari Caci merupakan tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai. Penari yang bersenjatakan cambuk atau pecut bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya yang menggunakan perisai atau tameng sebagai penahan.  

Tarian ini biasa dimainkan saat syukuran musim panen atau hang woja, pada waktu ritual tahun baru (penti), atau upacara adat besar lainnya. Tarian juga dipentaskan untuk menyambut tamu penting.

Tarian menggambarkan seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul disebut paki. Dia akan berusaha memecut lawan dengan pecut dari kulit kerbau atau sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau.

Penari yang bertahan berperan sebagai penangkis disebut Ta’ang. Dia harus menangkis lecutan lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng. Perisai yang berbentuk bulat berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.

Walaupun hasil dari tarian ini cukup sakit dan memar, darah yang keluar dari tubuh penari dianggap sebagai bentuk persembahan kepada para leluhur. Tak hanya itu, Tari Caci juga mempunyai filosofi, yakni mulai dari kekuatan diri sendiri hingga penghormatan kepada alam semesta.

Sementara tiga atribut yang digunakan, seperti perisai melambangkan ibu, orang yang menangkis melambangkan ayah, sedangkan pecut itu melambangkan cobaan hidup. Sebab mereka percaya, ketika sedang mendapatkan cobaan hidup ibu dan ayah yang selalu menjaga dan melindungi. 

Setelah disambut oleh Tarian Caci, pengunjung diajak berkeliling Kampung Melo, dengan melihat pemandangan dari dataran tinggi kampung tersebut. Selain itu, pengunjung dapat pula menyaksikan kegiatan sehari-hari masyarakat Kampung Melo yang ramah-tamah. Ingin tahu destinasi lain di NTT, kunjungi pesona.travel untuk inspirasi perjalanan Anda. (Purnomo | Foto: Dok. OMG & Pesona.Travel)